Senin 06 Feb 2017 09:51 WIB

Enam Hal Mencegah Lalai

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi ilmuwan Muslim saat mengembangkan sains dan teknologi pada era Dinasti Abbasiyah di Baghdad.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebab, dia justru memberi hadiah kepadaku dengan amal-amal kebaikannya dan memikul perbuatan-perbuatan burukku. Akan tetapi, musuhku ialah sesuatu yang pada saat saya melakukan ketaatan kepada Allah, dia membujukku berbuat maksiat kepada-Nya. Hal tersebut adalah iblis, nafsu, dunia, dan keinginan.

Oleh karena itu, saya menjadikan hal tersebut sebagai musuh, saya menjaga dirinya, dan saya mempersiapkan diri untuk memeranginya. Maka, saya tidak akan membiarkan salah satu dari semua itu mendekati saya.

Lalu beliau berkata, “Engkau benar.”

Keempat, saya memandang bahwa setiap orang hidup adalah orang yang dicari sedangkan malaikat maut adalah pihak yang mencari. Oleh karena itu, saya mencurahkan diri saya untuk bertemu dengannya. Sehingga, ketika dia telah datang, saya dapat bersegera berangkat dengannya tanpa rintangan.”

Lalu beliau berkata, “Engkau benar.”

Kelima, saya melihat orang-orang saling mencintai dan saling membenci. Saya melihat orang yang mencintai tidak memiliki sedikit pun terhadap orang yang dicintainya, lalu saya merenungkan sebab cinta dan benci. Saya tahu bahwa sebabnya ialah keinginan dan dengki.

Saya menyingkirkannya dari diri saya dengan menyingkirkan hal-hal yang menghubungkan antara diri saya dengannya, yaitu syahwat. Oleh karena itu, saya mencintai seluruh kaum Muslimin. Saya hanya ridha kepada mereka sebagaimana saya ridha terhadap diri sendiri.

Lalu beliau berkata, “Engkau benar.”

Keenam, saya memandang bahwa setiap orang yang bertempat tinggal pasti meninggalkan tempat tinggalnya dan sesunguhnya tempat kembali setiap orang yang bertempat tinggal ialah alam kubur. Oleh karena itu, saya mempersiapkan semua amal perbuatan yang mampu saya lakukan yang dapat membuatku gembira di tempat tinggal yang baru yang di belakangnya tidak lain adalah surga atau neraka.

Kemudian, pada pengujung jawabanku tersebut, Syaqiq al-Balkhi menimpali, “Itu sudah cukup. Lakukanlah semua itu sampai mati.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement