REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasehat Hukum Terdakwa Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok mempertanyakan kedudukan pendapat dan sikap keagamaan MUI dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pertanyaan ini dilontarkan Penasehat Hukum Ahok kepada Ketua MUI KH Ma'ruf Amin dalam lanjutan pemeriksaan saksi kasus penodaan agama di gedung Kementerian Pertanian (31/1) kemarin.
Namun, Kiai Ma'ruf Amin menegaskan, bahwa kedudukan pendapat dan sikap keagamaan dalam kelembagaan MUI merupakan keputusan yang paling tinggi. Pendapat dan sikap keagamaan lebih tinggi kedudukannya dari fatwa, dimana fatwa ditetapkan atau diputuskan oleh Komisi Fatwa sementara pendapat dan sikap keagamaan ditetapkan oleh komisi-komisi yang ada di MUI, termasuk Komisi Fatwa.
Menanggapi pertanyaan penasehat hukum Ahok, Kiai Ma'ruf Amin kembali menegaskan, baik fatwa maupun pendapat dan sikap keagamaan MUI memang bukan produk peraturan perundangan-undangan. Namun demikian, banyak peraturan perundang-undangan bidang syariah yang lahir dari fatwa-fatwa MUI.
Koordinator Tim Advokasi GNPF, Nasrulloh Nasution menambahkan, bahwa pertanyaan-pertanyaan penasehat hukum Ahok seperti orang yang tidak paham hukum. Menurutnya, baik fatwa maupun pendapat dan sikap keagamaan MUI tidak pernah ada dalam hierarkis peraturan perundangan di Indonesia, sehingga tidak mengikat kepada seluruh masyarakat Indonesia.
"Pendapat dan sikap keagamaan MUI hanya mengikat bagi umat Islam, tidak mengikat seluruh warga masyarakat Indonesia," katanya kepada Republika.co.id, Rabu (1/2).
Namun, menurut Nasrulloh, kehadiran pendapat dan sikap keagamaan MUI ini sangat penting dalam kasus ini. Seperti disampaikan Kiai Ma'ruf Amin, adanya pendapat dan sikap keagamaan MUI ini terbukti sebagai jawaban dan penenang umat Islam atas kegaduhan yang dibuat oleh Ahok.
Bayangkan kalau MUI tidak bersikap, Ahok bisa dihakimi sendiri oleh umat Islam yang merasa terhina dengan ucapan ahok "Justru terbukti sikap tegas ulama ini sebagai bukti ulama ingin menjaga keutuhan NKRI," ujarnya.