Senin 09 Jan 2017 09:30 WIB

Hancurnya Aleppo dan Nasib Tragis Masjid Agung Umayyah

Rep: Hasanul Rizqa/Marniati/ Red: Agung Sasongko
Masjid peninggalan dinasti Umayyah di Aleppo Suriah rusak setelah pertempuran oposisi-militer
Foto: worldbulletin.net
Masjid peninggalan dinasti Umayyah di Aleppo Suriah rusak setelah pertempuran oposisi-militer

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Secara administratif, Aleppo berpenduduk 2,13 juta jiwa (sensus 2004). Kota ini terletak di barat laut Suriah atau sekitar 310 kilometer jaraknya dari Damaskus. Melihat letaknya, Aleppo begitu strategis sebagai penghubung antara wilayah Mesopotamia (istilah Barat kini: Levant) dan Laut Tengah.

Ketika Terusan Suez di Mesir dibuka pertama kali pada 1869, perlahan-lahan pamor Aleppo sebagai kota perdagangan mulai luntur. Prestise itu dibangun setidaknya sejak era Jalur Sutra. Akibat dari jatuhnya kekuasaan Kesultanan Ottoman usai Perang Dunia I, sebagian wilayah Aleppo di utara masuk ke wilayah Turki modern. Pada 1940, Aleppo akhirnya kehilangan akses ke Laut Tengah, yakni via Antioch dan Alexandretta, yang juga jatuh ke tangan Turki.

Tulisan Alafandi dan Abdul Rahim (2014) menyajikan contoh tragis dari nasib bangunan Masjid Agung Umayyah, yang berlokasi di Aleppo. Masjid ini dibangun pada permulaan abad kedelapan. Adapun sisa-sisa bangunan yang masih bisa dijumpai—sebelum pecah Perang Saudara—berasal dari periode abad ke-11 hingga abad ke-14 Masehi.

Lahan seluas 105 x 77,75 meter persegi tempat berdirinya masjid ini dahulu digunakan sebagai kompleks katedral. Adalah Khalifah Umayyah, al-Walid I yang menginisiasi pembanguan Masjid Agung Umayyah. Proyek ini selesai pada 717 Masehi ketika kekuasaan Dinasti Umayyah berada di tangan Sulayman bin Abdul Malik. Pembangunan masjid ini disebut-sebut sebagai upaya menyaingi Masjid Agung Damaskus, yang telah dibangun sebelumnya.

Setidaknya sejak abad kedelapan Masehi hingga 2012, Masjid Agung Umayyah di Aleppo telah mengalami kerusakan sebanyak sembilan kali dan restorasi sejumlah 14 kali. Ketika kekuasaan Dinasti Abasiyyah pada abad kedelapan, cukup banyak dekorasi masjid ini mengalami pencurian dan ornamennya berpindahke Masjid Alanbar.

Masjid ini juga pernah mengalami kebakaran sebanyak tiga kali dalam kurun waktu terpisah, yakni tahun 1169 (oleh gempa bumi), 1260 (oleh sebuan bangsa Tatar), dan 1280 (oleh penguasa Sis). Gempa bumi pada 1822 juga menghancurkan bagian muka di selatan masjid ini.

Namun, ironisnya, perang saudara di Suriah yang dimulai sejak 2011 justru menyumbangkerusakan paling fatal bagi situs sejarah tersebut. Begitu banyak bagian masjid ini yang luluh lantak. Menara masjid hancur sama sekali. Padahal, rentang 1999-2006 sebelumnya, Masjid Agung Umayyah telah mengalami restorasi dan renovasi. Bahkan, ada pula penambahan fasilitas-fasilitas ibadah untuk masyarakat.

Tepatnya, pada 13 Oktober 2012, baku tembak antara pasukan pemberontak Suriah dan pasukan rezim akhirnya menyebabkan kerusakan serius pada Masjid Agung Umayyah. Bahkan, masjid ini akhirnya dikuasai kelompok pemberontak pada awal 2013.

Hanya berjarak sekitar 200 meter, pasukan ini berhadapan dengan berondongan senjata api dari kubu pemerintah. Praktis, bangunan masjid ini rusak begitu parah akibat baku tembak yang terjadi. Pada 24 April 2013, menara masjid ini hancur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement