Kamis 29 Dec 2016 22:00 WIB

Warisan Peradaban Islam di Tunis

Lengkung tapal kuda di Masjid Uqba, Kairouan, Tunisia.
Foto: Wikipedia.org
Lengkung tapal kuda di Masjid Uqba, Kairouan, Tunisia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika Kekhalifahan Umayyah yang berpuswat di Damaskus tumbang pada 748 M, kekuasaan dunia Islam mulai digenggam Dinasti Abbasiyah. Peralihan kekuasaan ini menyebabkan kota Tunis dan seluruh wilayah Tunisia sempat terlepas dari pengawasan pusat kekhalifahan.

Namun, pada 767 kota Tunis kembali dapat dikuasai Dinasti Abbasiyah pada 767 M. Tiga tahun kemudian, Khalifah Abbasiyah yang berpusat di kota Baghdad menunjuk Ibrahim Ibnu Aghlab sebagai gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairouan. Pada masa ini, di kota Tunis mulai berdiri Masjid Agung

Ezzitouna.

Mulai saat itu, peradaban Islam mencapai era kejayaan di Tunisia dan kawasan Arab Maghrib. Dari zaman ke zaman kota Tunis dikuasai sederet kerajaan dan kekhalifahan Islam, antara lain, Dinasti Aghlabiah (767-910 M), Fatimiyah (910- 973 M), Ziridiah (973-1062 M), Almohad (Al-Muwahidun) (1159-1228 M), dan Hafsiah (1230-1574 M). Kota Tunis juga sempat menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Khilafah Utsmani Turki (1574- 1591 M). Di masa Khilafah Ustmani, Tunisia menjadi wilayah otonom di bawah pemerintahan Dinasti Dey (1591-1659 M), Mouradi (1659-1705 M), dan Huseini (1705 -1957 M).

Kota Tunis mulai berubah menjadi ibu kota kekhalifahan Islam di wilayah Maghrib pada 894 M. Ketika itu, penguasa Dinasti Aghlabiah, Abu Ishak, memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahannya dari Kairouan ke Tunis. Saat Dinasti Ahglabiah berkuasa, di Tunis berdiri dengan megah istana kerajaan. Selain itu, ilmu pengetahuan pun mulai berkembang di kota itu.

Dinasti Aglabiah yang menjalin hubungan yang erat dengan Kekhalifahan Abbasiyah banyak menerapkan meniru kebijakan dinasti yang berpusat di Baghdad itu. Salah satunya, Dinasti Aglabiah turut mendirikan Bait Al- Hikmah, seperti yang dilakukan Dinasti Abbasiyah di era kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M). Memasuki tahun 910 M, kejayaan Aghlabiah memudar.

Kota Tunis terpuruk dalam kubangan huru-hara ketika bangsa Normandia menginvasi wilayah Maghrib. Bangsa Normandia berhasil dipukul Kekhalifahan Fatimiyah yang berpusat di Mesir. Tunis kembali mulai bergeliat ketika Dinasti Almohad atau Al-Muwahidun yang berasal dari suku Barbar Islam berkuasa pada abad ke-12 M.

Pada era kejayaan Almohad, ilmu pengetahuan berkembang pesat di wilayah Maghrib. Salah seorang sarjana terkemuka pada era itu, Abu Yusuf Yakub, membangun sejumlah perpustakaan di Tunis dan wilayah Maghrib lainnya. Dinasti ini juga mendukung aktivitas para sarjana Muslim, seperti Ibnu Tufail dan Ibnu Rushd untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Salah satu arsitektur peninggalan dinasti ini adalah bangunan Giralda of Seville.

Puncak kejayaan kota Tunis berlangsung di era kekuasaan Dinasti Hafsiah. Pada masa itu, di Tunis berdiri sebuah perguruan tinggi pertama di Afrika Utara. Tunis pun menjadi kota yang berpengaruh.

Kota itu berkembang menjadi kota perdagangan dan ilmu pengetahuan. Para pedagang dari Venesia dan berbagai belahan dunia lainnya datang ke Tunis untuk berniaga.

Kemakmuran yang dicapai kota Tunis masih dapat disaksikan pada abad akhir awal abad ke-16 M. Seorang pelaut dari Turki, Pipi Reis, dalam catatan perjalanannya melukiskan kemegahan dan

keindahan kota itu.

Menurut Reis, di kota itu berdiri sekitar 5.000 rumah yang gaya arsitekturnya meniru istana kerajaan.

Sepanjang kota itu dihiasi dengan kebun dan taman nan indah.

Setiap taman terdapat vila, kios, kolam, dan air mancur. Aroma melati yang harum mewarnai segarnya udara di kota Tunis. Buah-buahan begitu melimpah. Tak heran, bila ketika itu, Tunis menjadi pusat perhatian.

Mungkin saja, kemegahan dan kekayaan yang dimiliki kota Tunis itulah yang mendorong bangsa Prancis

untuk menguasai dan menjajah wilayah itu pada abad ke-19 M hingga 20 M. Hingga kini, Islam masih menjadi agama resmi di Tunisia dengan jumlah pemeluk agama Islam mencapai 95 persen. Wajah Islam modern dan moderat menjadi identitas umat Islam

Tunisia.

Prinsip toleransi beragama dan kebebasan menjalankan ibadah di antara umat beragama sangat dijunjung tinggi. Gerakan tarekat sufi yang dulu sempat subur di Tunisia, kini tersisih karena imbas modernisasi ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement