Senin 26 Dec 2016 07:30 WIB

Keistimewaan Aleppo yang Bersejarah

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agung Sasongko
Gambar dari video pada 12 Desember 2016 menunjukkan asap yang membumbung akibat bom di timur Aleppo, Suriah.
Foto: REUTERS/via ReutersTV
Gambar dari video pada 12 Desember 2016 menunjukkan asap yang membumbung akibat bom di timur Aleppo, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Reruntuhan bangunan dan jalan-jalan yang rusak adalah potret terkini Aleppo, Suriah. Tidak sulit menemukan gedung setengah hancur, bahkan rusak sepenuhnya. Tampak jelas jejak pembombardiran di segala sisi. Kota ini babak belur karena menjadi basis pertempuran pasukan Pemerintah Suriah serta milisi oposisi bersenjata.

Padahal, dulu Aleppo adalah kota terpadat di Suriah. Selama berabad-abad, Aleppo mempertahankan gelarnya sebagai salah satu kota paling penting. Itu juga yang menjadi alasan Aleppo begitu diperebutkan sampai titik darah penghabisan.

Aleppo terletak di barat laut Suriah dan menjadi ibu kota Provinsi Aleppo. PBB menyebutnya kota kuno Aleppo. Badan PBB yang mengurusi pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya, yaitu United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), menobatkannya sebagai salah satu situs warisan dunia. Dulu, Aleppo terkenal sebagai kota kuno yang juga metropolis.

Aleppo menjadi salah satu kota tertua yang pertama kali dihuni di dunia. Menurut ensiklopedia Columbia, Aleppo mungkin sudah dihuni sejak tahun enam milenium sebelum Masehi. Menurut teks Mesir kuno, Aleppo sudah dihuni sejak abad 20 sebelum Masehi. Selama berabad-abad, Aleppo adalah wilayah terbesar ketiga Kesultanan Utsmaniyah setelah Konstantinopel dan Kairo.

Jika dilihat sekilas, sulit menemukan letak keistimewaan kota yang berada di dataran suram dan berdebu itu. Aleppo tidak punya sungai, oasis, pelabuhan, pegunungan, atau kelebihan apa pun yang bisa tampak mata telanjang.

Mengapa Aleppo membuat orang-orang ingin tinggal di sana padahal tidak banyak pemandangan yang bisa dilihat? Ternyata, orang-orang sejak zaman perunggu merasakan energi geopolitiknya. Mereka tahu Aleppo adalah lokasi yang strategis.

Pemerintah Suriah dan oposisi bertempur memperebutkannya dengan alasan yang sama. Siapa pun yang mengendalikan Aleppo maka ia yang mengendalikan bagian utara negeri.

Aleppo dibangun dari perdagangan selama berabad-abad. Sebagian besar penduduknya sejak awal adalah pedagang, bahkan hingga saat ini. Keahlian berdagang mereka disebut warisan legenda. Ada pepatah mengatakan, "Barang yang terjual di Kairo dalam sebulan, bisa terjual di Aleppo dalam satu satu hari."

Itu menjadikan Aleppo kota yang bernilai tinggi. Penduduknya berasal dari segala latar belakang. Aleppo mencampur orang-orang Arab, Kurdi, Turki, Persia, Yahudi, Armenia, hingga Eropa. Dulu, di sana hidup damai orang yang berbeda agama, etnis, dan budaya.

Pada akhir abad ke-12, setengah dari populasi Aleppo adalah umat Kristiani. Petinggi-petinggi saat itu adalah orang-orang Seljuks, kelompok Turki yang masuk dari Iran dan kemudian menjadi Muslim Suni. Budaya dan arsitektur mereka kemudian bercampur dengan budaya lokal.

Salah satu bukti pencampuran itu adalah Masjid Agung Aleppo yang runtuh saat serangan pada 2013. Masjid ini menyajikan perpaduan unik antara gaya Persia, Arab, dan Turki yang terhampar di dinding masjid. Tak ketinggalan dalam prasasti Islam dan dekorasinya.

Saat awal konflik di Suriah, banyak pengungsi membanjiri Aleppo. Mereka menghindari hukuman di negeri sendiri. Aleppo menyerap mereka semua dan menjadikannya lebih kaya warna.

Pada 2012, saat perang akhirnya mencapai Aleppo, populasi Muslim saat itu mencapai lebih dari 30 persen. Sisanya Kristen dan minoritas lain.

Demografi berubah dengan cepat. Menurut data PBB, saat ini populasinya menurun drastis. Menurut catatan Pusat Biro Statistik Suriah, sensus pada 2004 menyebut Aleppo dihuni sekitar 2,1 juta orang. Pada akhir 2005, jumlahnya meningkat jadi 2,3 juta orang.

Perang sipil membuat setengah populasi menghilang. Populasi di bagian timur Aleppo yang dikendalikan oposisi pada 2015 kabarnya hanya sekitar 40 ribu orang.

Sejarah yang bisa dilihat dari arsitektur Aleppo pun sebagian besar sudah runtuh. Aleppo kembali menjadi ladang tandus dan berdebu. Lebih buruk, tak ada geliat sipil yang berenergi menghidupkan kota. Katedral St Helena, sekolah-sekolah teologi Islam, Mamluk, dan area pasar lainnya sudah hancur dibombardir.

Pasar Mamluk dulunya adalah kumpulan toko yang membentuk seperti labirin ular dan terbuat dari batu. Dalam satu malam bulan September 2012, pasar dibom dan memicu kebakaran hebat. Sebanyak 40 ribu pedagang bangkrut malam itu. Laporan menyebut pelaku pengeboman adalah pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement