REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah berat badan bagi sebagian Muslimah acap kali menjadi momok. Bukan saja dari segi kesehatan, melainkan penampilan. Memiliki badan yang terlampau kurus, bisa mengundang penyakit lantaran berat tubuh belum ideal dan indikasi, misalnya terkena masalah kekurangan gizi. Demikian pula sebaliknya. Kelebihan berat badan juga dapat berdampak buruk bagi yang bersangkutan.
Karenanya, langkah penyusutan dianggap perlu oleh sejumlah kalangan Muslimah. Caranya beragam, ada yang dengan jalan diet atau menempuh peng obatan modern. Mulai dari sedot lemak hingga mengonsumsi obatobatan yang dapat mengurangi berat badan. Usaha juga dilakukan kaum Muslim untuk menambah berat badan yang dinilai kurang ideal, bagaimana pandangan hukum Islam?
Prof Abd Al Karim Zaidan menjelaskan hal itu dalam bukunya yang berjudul Al Mufashshal fi Ahkam Al Mar’at.Dalam karya yang terdiri dari 11 jilid tersebut, ia mengutarakan kedua permasalahan itu dengan mencantumkan sejumlah dalil.
Dalam kasus penambahan berat badan, dijelaskan bahwa seorang perempuan boleh menambah berat badannya, baik yang dilakukan dengan cara mengonsumsi obat maupun dengan metode lainnya, yang dinyatakan aman secara medis. Menurutnya, apakah untuk tujuan pengobatan ataupun atas permintaan suaminya, maka hukumnya sama saja boleh.
Dalam kajian fikih, lanjutnya, istilah penambahan berat badan dikenal dengan tasmin. Abu Dawud menukil riwayat dari Hisyam bin Urwah tentang praktik tasminpada zaman Rasulullah SAW. Ketika Aisyah RA dinikahi Rasulullah, ibu dari perempuan yang berjuluk khumaira (pipi kemerahmerahan) itu ingin agar berat badan anaknya tersebut naik.
Aisyah sempat menolaknya, hingga akhirnya ia diberi makan ibundanya ketimun dicampur kurma basah. Menu ini membuat berat badannya bertambah secara ideal. Dalil ini menunjukkan bahwa praktik tasminsudah dikenal oleh para perempuan di Madinah kala itu. Mereka juga kerap melakukannya, baik untuk tujuan berobat maupun sekadar untuk penampilan.
Atas dasar hadis ini, para ulama memperbolehkan perempuan menambah berat badan mereka selama tidak membahayakan. Dalam kitab Al Fatawa Al Khaniyah, sebuah kumpulan fatwa Mazhab Hanafi disebutkan, ada halnya perempuan mengonsumsi menu tertentu agar berat badan mereka naik, maka hal ini diperbolehkan. Abu Muthi’ Al Balkhi juga berpendapat demikian. Tak jadi soal bila seseorang hendak menggemukkan badan mereka.
Lantas, bagaimana dengan program diet untuk mengurangi berat tubuh? Prof Zaidan mengatakan, sebagaimana hukum menambah berat badan, program diet pun diperbolehkan dalam agama sepanjang tidak berdampak negatif bagi kesehatan tubuh.
Berdiet untuk tujuan kesehatan ataupun atas saran dari suami, keduanya memiliki konsekuensi hukum sama, yaitu boleh. Dalam prinsipnya, lemak yang berlebih diakibatkan pola makan yang tak sehat. Soal makan atau minum, Islam menekankan pentingnya menjaga keseimbangan. Tidak kekurangan dan tidak pula kelebihan.
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.” (QS al-A’raaf [7] : 31). Bagaimana dengan laki-laki dan para suami? Masih menurut Prof Zaidan, mengutip kitab Al Fatawa Al Hindiyyah yang bermazhab Hanafi, makruh hukumnya bagi pria untuk menambah dan atau menggemukkan badan mereka. Kecuali, kalau yang bersangkutan memang kondisi berat badannya sangat memprihatinkan.
Dalam kondisi seperti ini, ia diperbolehkan melakukannya untuk tujuan berobat. Bagaimana dengan hukum diet bagi laki-laki? Berbeda dengan penggemukan badan yang dihukumi makruh, diet bagi para maskulin hu kumnya boleh.