Senin 19 Dec 2016 02:51 WIB

Ketahanan Keluarga Indonesia Digempur Aneka Isme

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Hazliansyah
Para Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Foto:

Liberalisme juga membuat pertimbangan keluarga bukan lagi halal haram, tapi jadi apa yang disukai dan tidak disukai. Perilaku bebas membuat sensitifitas akan dosa turun. Misalnya penggunaan istilah 'kecelakaan' pada perempuan yang hamil di luar nikah. Pun LGBT yang dianggap perbedaan kecenderungan seksual, bukan abnormalitas.

Deradikalisasi juga dimunculkan karena ada tindakan yang dianggap radikal. Yang disasar adalah ide Islam yang sudah jelas kebenaran dari Allah SWT. Maka ada upaya memalingkan Islam dimana mereka yang dianggap meyakini kebenaran Islam justru dinilai tidak berbhineka.

"Saat RUU Terorisme muncul, deradikalisasi masuk ke pesantren. Muncul lah istilah Islam moderat yang kontra Islam radikal. Ini bahaya, Islam yang benar akan dianggap salah," ungkap Dedeh.

Ketua Lajnah Siyasi Muslimah HTI Pratma Julia Sunjandari menyebut, deradikalisasi yang ada saat ini pada dasarnya adalah deislamisasi. Pendekatannya halus dan yang banyak disasar adalah generasi muda dan perempuan, misalnya melalui penggerakan ekonomi oleh wanita sehingga Muslimah takut memperjuangkan Islam.

Pemerintah dinilai banyak membuat kebijakan kontradiktif dengan komitmen yang dibuat pemerintah sendiri untuk menguatkan ketahanan keluarga. Misalnya dampak media sosial.

"Pemerintah hanya fokus pada literasi digital, bukannya memblokir laman-laman yang membawa dampak negatif," kata Pratma.

Hal ini, kata Pratma, tidak lepas dari ketidak mandirian pemerintah terhadap lembaga asing. Sehingga agenda perusakan keluarga pun berlangsung sistemik.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement