Kamis 15 Dec 2016 19:50 WIB

MHTI: 2016, Tahun Darurat Ketahanan Keluarga Indonesia

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Keluarga Bahagia (ilustrasi)
Foto: Foto : Mardiah
Keluarga Bahagia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di ujung tahun 2016 ini, Muslimah Hizbut Tahrir Indoenesia (MHTI) menyoroti gempuran ketahanan keluarga di Indonesia melalui berbagai sisi. Perbaikan program dan personel pejabat dinilai kurang efektif tanpa perubahan sistem.

Juru Bicara MHTI Iffah Ainur Rohmah menuturkan, sebagai refleksi akhir tahun, 2016 bisa disebut tahun darurat ketahanan keluarga bagi Indonesia. Kondisi keluarga Indonesia yang rapuh harus jadi perhatian semua, terlebih pemerintah.

MHTI melakukan perbaikan yang dilakukan individu maupun skala lebih besar, pada sistem. Kalau yang diatasi hanya program, masalah utamanya tidak selesai. Maka yang perlu diubah adalah paradigma menyeluruh.

Umat harus menagih janji Presiden Joko Widodo yang menyatakan pembangunan fisik saja tidak cukup dan peran keluarga sangat penting. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan negara telah memberi definisi ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga ditandai terpenuhinya kebutuhan dasar individu dan berfungsinya komponen kelurga.

Fungsi-fungsi keluarga sulit berjalan ideal hari ini. Kerapuhan keluarga terlihat dari berbagai indikator. ''Yang paling jelas adalah meningkatnya perceraian yang diiringi gugat cerai oleh istri. Dampaknya pada generasi luar biasa,'' ungkap Iffah dalam Konferensi Pers Risalah Akhir Tahun 2016 MHTI di Sofyan Inn Tebet, Kamis (15/12).

Persoalannya pertama pada kesejahteraan dimana peran negara atasi ini masih minim. Ekonomi jadi faktor terbesar rapuhnya keluarga karena wanita dipaksa bekerja. Ini turut berkontribusi dalam buruknya pola asuh dan kenakalan remaja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement