Senin 16 Dec 2013 10:18 WIB

Sebanyak 200 Intelektual Muslim Berkumpul di JICMI

Rep: c01/ Red: Damanhuri Zuhri
 Sejumlah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berunjuk rasa menolak seks bebas di Bundaran Majestik, Medan, Sumut, Ahad (1/12).
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Sejumlah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berunjuk rasa menolak seks bebas di Bundaran Majestik, Medan, Sumut, Ahad (1/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 200 intelektual Muslim dari berbagai negara berkumpul dalam acara Jakarta International Conference of Muslim Intellectuals (JICMI).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia tersebut berlangsung di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (14/12).

Para intelektual Muslim yang berasal dari Indonesia, Malaysia, Jepang, Lebanon, dan Inggris melakukan orasi sekaligus mempresentasikan makalah ilmiah mereka.

Ada tujuh tema yang dipresentasikan dalam kegiatan tersebut, yaitu politik global, pemerintahan, ekonomi, kesehatan, energi, dan sumber daya mineral, wanita dan keluarga, serta pendidikan.

 

Sekretaris Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Nindira mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian HTI terhadap segala permasalahan umat dunia, mulai dari korupsi, krisis ekonomi global, hingga pornografi.

Dia mengatakan, melalui JICMI, para intelektual Muslim berkumpul untuk mendiskusikan solusi bagi permasalahan-permasalahan tersebut. Ini merupakan bentuk kontribusi HTI untuk menyikapi dunia yang sudah sangat kapitalis, kata Muslimah yang mengenakan gamis berwarna merah marun ini.

Nindira juga menyebut berbagai peristiwa yang tengah menjadi isu hangat belakangan ini, seperti pekan kondom nasional dan larangan hijab bagi polwan. Menurut dia, hal itu terjadi karena rendahnya tingkat ketakwaan umat. Itu terjadi karena tidak diterapkannya syariat Islam dalam bingkai khilafah, ucapnya.

Salah satu pemateri dalam JICMI, Emmi Khairani, mengatakan, segala permasalahan yang terjadi di Indonesia merupakan dampak dari sistem pendidikan yang tidak bersumber dari Alquran dan sunah. Sehingga, generasi yang dilahirkan pun bukan individu yang saleh.

Menurut dia, hal itu ditandai dengan kualitas pemimpin dunia saat ini. Tidak ada satu pun negeri-negeri Islam saat ini dipimpin oleh seseorang yang hanya menerapkan Islam sebagai satu-satunya sistem kehidupan yang bersumber dari Alquran dan sunah, ujarnya yang menjabat sebagai Direktur Utama Khoiru Ummah Pusat.

Dia mengatakan, apabila generasi dihasilkan dari proses pendidikan Islam, maka mereka akan mampu memimpin bangsanya menjadi bangsa terdepan yang mampu memimpin peradaban dan perkembangan teknologi dunia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement