REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta tengah menghelat Jakarta International Islamic Conference, 28-30 November 2016. Tiga fokus bahasan pun diangkat dalam forum diskusi yang menghadirkan ulama-ulama dunia, terutama yang menyangkut ibu kota negara-negara dunia.
Pertama adalah tentang narkoba. Tantangan dakwah di ibu kota dinilai tidak cuma ketika memberikan ceramah dan tausiyah di majelis ta'lim, masjid dan mushola. Tapi, ulama diminta memikirkan strategi dakwah untuk mengatasi persoalan umat, terutama generasi muda yang terancam pengaruh narkoba.
Kedua, perkembangan teknologi dan informasi dalam bidang sosial media. Derasnya perkembangan sosial media yang miliki dampak positif, tidak dipungkiri bisa memberikan dampak negatif. Ulama tidak boleh menutup mata, karena sebagian besar pengguna malah tidak berada di rel yang benar atau positif.
Terakhir, kemunculan kelompok-kelompok radikal ekstrimis yang banyak menggunakan ibu kota sebagai basis aksi-aksi kekerasan. Karenanya, ulama harus bisa mempersiapkan langkah-langkah strategis demi menghadapi paham-paham radikal, serta paham-paham liberal yang jadikan ibu kota sebagai pintu masuk.
Sementara, Ketua Umum MUI DKI Jakarta, Syarifuddin Abdul Gani, merasa optimistis dengan kehadiran ulama-ulama dunia yang mau duduk bersama. Ia berharap, Jakarta International Islamic Conference dapat merumuskan solusi jitu, yang dapat mengatasi sejumlah permasalahan umat Islam di ibu kota.
"Pada akhirnya, semua ulama yang berpartisipasi akan merumuskan gagasan yang bisa menjadi solusi," kata Gani, Rabu (30/11).