Rabu 30 Nov 2016 00:23 WIB

Dakwah di Medsos Harus Terencana

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Damanhuri Zuhri
Media Sosial (ilustrasi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Media Sosial (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dakwah di media sosial (medsos) tidak boleh hit and run, tapi harus mempertahankan keterikatan. "Karena itu, dakwah di medsos harus direncanakan," ujar Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad dalam diskusi bertema Pengaruh Media Sosial dalam Dakwah Islam di kantor MUI, Jakarta, Jumat (25/11).

Dalam pandangan Ibnu, dakwah harus dilakukan dengan baik, termasuk di media sosial, jangan hit and run. Karena, lanjut dia, dakwah punya tujuan dan efek yang ingin dicapai. "Pernahkah kita evaluasi tingkat keberhasilan dakwah kita? Karena, selain rencana, ada pilihan media untuk menyampaikan dan evaluasi yang harus dilakukan," katanya.

Para dai, menurut Ibnu, harus berani mengevaluasi hasil dakwahnya. Jangan sampai umat hanya mendapat efek kognitif. Karena itu, dakwah harus direncanakan, terlebih dakwah memiliki bentuk yang beragam, seperti dakwah bi lisan, bil hal, termasuk dakwah bi sulthan (dakwah dengan kekuasaan dan kekuatan).

Untuk mempertahankan keterikatan dengan objek dakwah, lanjut Ibnu, berdakwah di media sosial harus ada administratornya. "Kalau tidak, para follower akan kecewa dan mereka akan meninggalkan kita," katanya.

Hal itu, menurut Ibnu, sangat penting untuk memenangkan pertarungan dakwah di medsos. Harus ada desain dan konten yang bagus serta cara menghadapi para peretas agar umat tidak tersesat. "Kita harap informasi ulama jadi rujukan utama informasi yang benar," katanya.

Pada forum yang sama, pengamat media sosial, Ibnu Dwi Cahyo, menekankan pentingnya konten dan distribusi dalam menyampaikan pesan dakwah di medsos. Konten dan distribusi juga harus menyesuaikan dengan perkembangan terbaru medsos dan penggunanya.

Ia menjelaskan, banyak informasi di medsos yang akhirnya viral dan menarik perhatian. Hal itu tidak lepas dari kualitas konten dan distribusi. Di medsos, dakwah Islam akan berhadapan dengan aneka konten negatif yang jumlahnya luar biasa banyak.

Bila para ulama dan media Islam tidak bisa menawarkan konten alternatif, anak muda saat ini akan mengikuti dan menikmati konten yang ada di medsos saat ini. "Content is king, distribution is king kong. Sebagus apa pun konten, kalau tidak terdistribusi, ya tidak jadi apa-apa," katanya.

Berdasarkan hasil riset Nielsen, lanjut dia, orang tidak suka iklan, tapi memiliki preferensi pada rekomendasi teman atau sosok yang jadi panutan. Karena itu, ia menyarankan agar para tokoh agama, organisasi, dan media Islam memiliki fanpage tersendiri di Facebook. Sebab, fanpage bisa disetel untuk menyasar target spesifik dengan biaya murah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement