Kamis 10 Nov 2016 16:15 WIB

Usai Letusan Krakatau, Masjid Jami Al-Anwar Dibangun Ulang

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Agung Sasongko
Masjid Jami Al Anwar
Foto: http://duniamasjid.islamic-center.or.id
Masjid Jami Al Anwar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usai letusan Gunung Krakatau, wilayah Lampung yang berada di ujung selatan Pulau Sumatra kembali dihuni orang. Penghuninya pun berasal dari beragam etnis dan suku. Di antaranya, selain warga asli Lampung, juga terdapat suku Bugis, Palembang, Bengkulu, Banten, dan Jawa.

Lima tahun setelah gunung meletus, Muhammad Saleh bin Karaeng, Daeng Sawijaya, dan masyarakat setempat, termasuk para saudagar dari Palembang, Banten, Bengkulu, Bugis, dan tokoh Lampung, bermusyawarah untuk membangun kembali mushala yang telah hancur tersebut. Berdirilah Masjid Jami Al Anwar.

Setengah abad setelah guncangan Gunung Krakatau, warga dari berbagai suku, yang tinggal di bibir pantai Teluk Lampung ini, kembali membangun dan merenovasi bangunan masjid bersejarah yang runtuh tersebut. Lalu, berdirilah Masjid Jami Al-Anwar pada tahun 1888. Pada masa penjajahan tersebut, pembangunan masjid ini masih mengandalkan konstruksi dan bahan material seadanya.

Achmadi mengatakan, Masjid Al-Anwar saat didirikan menggunakan bahan dan konstruksi yang sangat sederhana. Bahkan, gaya bangunannya tidak meniru gaya arsitektur bangunan yang biasa diterapkan di masa penjajahan.

''Konstruksi bangunan masjid dikerjakan secara bergotong royong bersama segenap masyarakat setempat. Hingga sekarang ini, tidak diketahui secara pasti asal usul arsitek pembuat masjid,'' jelasnya.

Ia mengatakan, arsitektur masjid tidak meniru bangunan masjid dari negara luar. Para pendiri masjid, kata dia, hanya ingin mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan berkumpulnya warga pada masa penjajahan untuk melawan penjajah di Lampung. ''Bangunannya tidak ada corak khas. Yang jelas, berdiri masjid saja sudah lumayan,'' ujarnya menirukan cerita dari kakek dan neneknya dahulu.

Berbeda dengan Achmadi, Armen Syafei (78 tahun), warga setempat, mengatakan, bangunan masjid ini memang tidak ada ciri khusus. Namun, untuk arsitekturnya meniru benteng pertahanan milik penjajah.

''Bangunan masjid ini tidak ada ciri khusus. Konstruksinya mengarah pada bangunan benteng pertahanan. Lihat saja tiang dan dindingnya dibuat dengan ukuran tebal seperti benteng pertahanan dari musuh,'' tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement