Kamis 10 Nov 2016 15:37 WIB

Masjid Jami Al-Anwar Lampung Saksi Meletusnya Krakatau

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Agung Sasongko
Masjid Jami Al Anwar
Foto: http://duniamasjid.islamic-center.or.id
Masjid Jami Al Anwar

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bila berada di Kota Bandar Lampung, ibu kota Provinsi Lampung, tak lengkap bila tidak berkunjung ke masjid-masjid tertua di Lampung. Dan, dari beberapa masjid yang berusia cukup tua, salah satu yang perlu disaksikan adalah Masjid Jami Al-Anwar. Masjid yang berada di Jalan Laksamana Malahayati 100 Telukbetung, Bandar Lampung, ini telah berusia lebih dari seabad karena didirikan pada 1839.

Masjid ini terletak di pusat keramaian (permukiman padat) penduduk dan perdagangan di kawasan Telukbetung. Sejak dahulu, kawasan ini menjadi sentra perdagangan ritel terkenal di Lampung karena posisinya yang berada di bibir pantai Teluk Lampung, yang menghubungkan dengan perairaan Selat Sunda.

Bila dilihat sepintas dari luar atau saat melintas di Jalan Malahayati, bangunan masjid ini tampak biasa-biasa saja. Tidak terlihat ada keistimewaan atau keunikan yang berarti. Dan, tak ada sesuatu yang menonjol akan keunikan dari masjid ini. Keberadaan menara atau kubah masjid yang telah menjadi simbol sebuah masjid juga tak ada corak khusus yang menunjukkan keistimewaannya.

Padahal, Masjid Jami Al Anwar Telukbetung ini memiliki sejarah yang berarti bagi Provinsi Lampung. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di seantero Provinsi Lampung dan Kabupaten Tulangbawang khususnya. Ia didirikan sejak tahun 1839 dan hingga kini telah mengalami tiga masa, yakni masa penjajahan, kemerdekaan, dan setelah kemerdekaan. Dan, masjid ini tetap berdiri kokoh hingga sekarang.

Menurut Ketua Seksi Sarana dan Fisik Bangunan Pengurus Masjid Jami Al Anwar Telukbetung, H Muhammad Achmadi Malik (70 tahun), berdasarkan catatan sejarah, masjid ini berdiri pada tahun 1839. Ketika itu, bangunan masjid sangat kecil dan hanya berbentuk sebuah mushala yang terletak di atas lahan wakaf milik warga seluas 400 meter persegi.

Ketika Gunung Krakatau yang berada di tengah perairan Selat Sunda meletus pada tahun 1883, bangunan masjid pun ikut rata dengan tanah. Tak hanya masjid yang ketika itu masih berupa mushala al-Anwar, ribuan rumah dan ratusan ribu jiwa masyarakat Lampung turut menjadi korban kedahsyatan letusan Gunung Krakatau.

Usai letusan Gunung Krakatau, wilayah Lampung yang berada di ujung selatan Pulau Sumatra kembali dihuni orang. Penghuninya pun berasal dari beragam etnis dan suku. Di antaranya, selain warga asli Lampung, juga terdapat suku Bugis, Palembang, Bengkulu, Banten, dan Jawa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement