REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin menyoroti pentingnya sertifikasi halal. Bagi umat Islam, kata dia, sertifikasi halal adalah perlindungan atas hal-hal buruk, baik berupa barang dan jasa. Di sisi ekonomi, halal juga menawarkan peluang usaha.
Dia menjelaskan, saat sertifikasi halal dimulai di Indonesia sekitar 26 tahun lalu, MUI melihat sertifikasi halal adalah perlindungan dan penjagaan umat dari konsumsi barang-barang nonhalal."Produk pangan halal atau tidak tergantung zat dan prosesnya. Bagi umat Islam, halal adalah bagian hidup," ujar Kiai Ma'ruf.
Setelah pangan, sertifikasi halal kemudian berkembang ke kosmetik, barang gunaan, dan jasa termasuk jasa keuangan seperti amanat UU JPH. Maka, selain ada LPPOM MUI untuk menangani produk halal, ada Dewan Syariah Nasional MUI yang membuat fatwa untuk industri keuangan syariah.
"Kita saksikan halal tak hanya tumbuh di skala lokal, tapi global. Standar Indonesia juga diakui di World Halal Food Council (WHFC)," ungkap ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin.
Saat ini, menurut Kiai Ma'ruf, halal juga mengarah kepada kesempatan bisnis. Industri halal yang digarap negara minoritas Muslim, kata dia, bukan isu perlindungan konsumen, tapi bisnis. Bisnis ini akan besar karena jumlah umat Islam dunia sudah mencapai 1,8 miliar jiwa.
Pasar halal yang besar di Indonesia memang menarik minat banyak negara. Salah satunya Korea Selatan (Korsel). Direktur Jenderal Korea Institute of Halal Industry (KIHI), James Noh, mengatakan, selain Indonesia, Korsel juga sedang menggarap pasar produk halal Malaysia.
Berbicara di forum IIHLEC 2016, Noh menjelaskan, di sisi pangan, Korsel sudah memiliki 400 perusahaan bersertifikat halal dengan lebih dari 1.000 produk bersertikat halal, baik melalui Federasi Muslim Korea (KMF), Majelis Ulama Indonesia (MUI), maupun Departemen Pengembangan Islam Malaysia (Jakim).
Untuk kosmetik, menurut Noh, baru lima perusahaan yang bersertifikasi halal. Nilai ekspor kosmetik Korsel mencapai 2,9 miliar dolar AS ke 133 negara. Di antara negara-negara mayoritas Muslim yang menjadi tujuan ekspor produk kosmetik Korsel adalah Malaysia dengan porsi 44 persen dan Indonesia 12 persen.
LPPOM MUI mencatat, hingga September 2016, baru 19 perusahaan dengan total produk sebanyak 192 buah (termasuk makanan) asal Negeri Ginseng itu yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI. Jumlah ini meningkat dari tahun lalu, yang hanya 14 perusahaan.