REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Pusat Dewan Masjid Indoneia (DMI) Natsir Zubaidi mengakui pihaknya belum menyentuh pengembangan ekonomi Masjid dari segi institusi. DMI masih fokus pada pengembangan pengelola Masjid.
"Jadi memang pengalaman selama ini belum sentuh melalui insitutsi masjid untuk pemberdayaan ekonomi, hanya mengutamakan bottom up daripada top down," katanya kepada republika.co.id, Selasa (27/9).
Ia beralasan, ketimbang mengembangkan ekonomi Masjid, aspek pengurus masih perlu ditingkatkan. Apalagi ia miris melihat ketidakmampuan pengelola Masjid menggunakan fasilitas teknologi pengeras suara.
"Kita lebih utamakan pelatihan kemampuan manajemen Masjid, termasuk pelatihan IT bersertifikat, tenaga masjid harus mempunyai kompetensi menggunakan alat IT. Misal kita kasih loudspeaker akustik, kalau tidak bisa pakai malah jelek suaranya," ucapnya.
Meski belum menyentuh pengembangan Masjid, ia menyebut ada sejumlah Masjid yang bisa menjadi percontohan kemandirian ekonomi. Ia menyebut Masjid Jogokariyan dan Masjid Al Ikhlas Jati Padang merupakan contoh yang mampu mempunyai program ekonomi.
Ia menilai kedua Masjid percontohan itu mampu bertahan lantaran adanya komunitas masyarakat yang mendukung dari segi dana secara stabil. Adapun bagi Masjid yang tak mempunyai pendonor tetap maka akan sulit mengembangkan ekonominya.
"Ada beberapa Masjid yang punya inovasi terkait pemberdayaan ekonomi umat, ada mereka mampu melalui institusi Masjid misal di Masjid Al Ikhlas Jati Padang. Berarti diperlukan orang-orang yang berjiwa wiraswasta, cuma masjidnya harus bersifat komunitas punya jamaah tetap," ujarnya.