Senin 22 Aug 2016 21:05 WIB

Masyarakat Waspadai Kehalalan Produk Mengandung Asam Amino

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Andi Nur Aminah
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).
Foto: Republika/Prayogi
Produk dengan label halal terpajang di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (23/9). (Republika/Prayogi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Zat asam amino, saat ini banyak digunakan untuk produk obat-obatan, makanan dan kosmetik. Karena, asupan asam amino ini penting sekali.‬ Menurut Ketua Lembaga Pengkajian Pangan Obat dan Kosmetik (LPOM) MUI Jabar, Ferika Aryanti, asam amino ada yang berasal dari dari tumbuhan, hewani, dan fermentasi.

"Masyarakat perlu waspadai hewan yang digunakan sebagai bahan asam amino, halal atau tidak," ujar Ferika kepada Republika.co.id di acara seminar tentang Produk Halal, Senin (22/8).

‪Menurut Ferika, asam amino sebenarnya satu bahan yang ada di dalam obat-obatan. Jadi, seharusnya yang mengerti itu praktisi dan industri. Karena, masyarakat biasanya langsung menggunakan produk jadi tanpa tahu kandungannya ada asam amino atau tidak. "Nah, yang harus mengerti itu industri‬," katanya.

Ferika mengatakan, bahan lain yang sering digunakan dalam obat dan kosmetik adalah gelatin yang berasal dari sapi. Namun, saat ini banyak gelatin datang dari Cina yang umat Muslimnya hanya dua persen. "Ribuan ton, masuk ke Indonesia dari berapa ton sapi, masalahnya siapa yg menyembelih? Itu permasalahannya, jadi halal tak hanya bicara babi tapi bagaimana proses pembuatannya," katanya.

Namun, Ferika mengatakan salah satu bentuk kewaspadaan masyarakat adalah dengan melihat logo halal dalam setiap kemasan produk. Karena, adanya logo tersebut menandakan kandungan makanan sudah diaudit dan dijamin kehalalannya. "Audit halal kan tak mudah. Jadi, sebelum menggunakan produk, lihat sertifikat halalnya," katanya. ‪

Ferika mengaku, Indonesia masih kalah dengan Malaysia terutama dari sisi awarnes konsumen terhadap produk halal. Selama ini, MUI terus berteriak produk harus halal tapi posisi tawar ada di konsumen. "Kalau konsumennya diam saja industri juga diam," katanya.

MUI, dia mengatakan hanya memberikan pencerahan. Namun, konsumen tetap berperan penting untuk menentukan apa yang harus dibeli.‬ Edukasi kesadaran tentang produk halal, harus terus dilakukan sejak dini dari mulai taman kanak-kanak. "Edukasi dini lebih efektif. Berharap ada generasi care halal," katanya.‬

‪Saat ini, Ferika menilai, Pemprov Jabar sudah cukup peduli pada kehalalan produk. Hal itu terlihat, pada Perda halal yang dibuat dan memfasilitasi halal untuk UMKM. Tahun ini, ada  1.500 UMKM yang akan disertifikasi halal. Tahun sebelumnya sebanyak 2.500 UMKM.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement