Kamis 19 May 2016 06:27 WIB

Hukum Mengafirkan Orang Lain

Kafir (ilustrasi).
Foto:

Di samping itu, penyebab kekafiran tersebut bukanlah disebabkan syubhat atau takwil tertentu. Misalkan, seseorang yang mencoba-coba menafsirkan nas Alquran dengan niat untuk mencapai kebenaran dan bukan karena hawa nafsunya. Jika salah dalam perbuatannya ini, ia belum bisa divonis kafir.

Para ulama juga menegaskan, vonis kafir adalah upaya terakhir dengan syarat prosedur yang ketat. Vonis kafir ditetapkan berdasarkan syara, bukan oleh opini, hawa nafsu, atau keinginan sekelompok pihak. 

Terkecuali telah nyata meyakinkan seorang mukalaf melakukan salah satu dari penyebab kekafiran ini. Pertama, kafir i'tiqad, yaitu keyakinan yang bertentangan dengan salah satu rukun iman atau mengingkari ajaran Islam yang qath'i. Misalnya, mengingkari kewajiban shalat, zakat, puasa, dan haji.

Kedua, kafir qauliyah (ucapan), yaitu setiap ucapan yang mengandung pengakuan atas akidah kufur. Misalkan, penolakan terhadap salah satu akidah islam atau menistakan agama baik akidah maupun syariat. Ketiga, kafir 'amaliyah (perbuatan), yaitu perbuatan yang dipastikan mengandung indikator nyata akidah yang kufur.

Para ulama juga bersepakat, sebelum vonis kafir diberikan, harus dilewati beberapa ketentuan. Misalnya, harus dilakukan verifikasi dan validasi secara jelas bahwa semua hal-hal yang terkait dengan iktikad, perkataan, dan perbuatan yang menyebabkan kekufuran tersebut benar adanya. Para ulama juga menghindari pengafiran individual.

Terkecuali setelah tegaknya hujah yang mu'tabarah. Vonis kafir hanya boleh dilakukan secara kolektif oleh ulama yang berkompeten dan memahami dengan baik syarat-syarat penghalang takfir.

Jadi, seorang yang telah melakukan dosa besar sekalipun belum bisa menjadikan dirinya kafir. Dalam akidah Ahlussunah waljamaah, dosa yang dilakukan seseorang walaupun berulang-ulang tidak membatalkan syahadatnya. Apalagi, orang yang dalam posisi terpaksa melakukan kekufuran. Allah SWT berfirman, “Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (dia tidak berdosa),” (QS an-Nahl [16]: 106). 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement