REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya memperkenalkan kitab kuning dimulai dengan gerakan menerjemahkan kitab-kitab tersebut. Para santri atau siswa yang belajar di sekolah Islam perlu dibekali dengan alat-alat yang membantu mereka membaca kitab kuning.
Oleh karena itu, kata anggota DPR RI dari Komisi VIII Fikri Faqih, para santri perlu dibekali dengan ilmu alat, seperti nahwu, shorof, serta balaghah.
Selain itu, pemerintah, dalam hal ini Kementrian Agama perlu melakukan sosialisasi secara masif untuk menggalakkan kembali pengajaran kitab kuning di institusi-institusi pendidikan Islam.
Fikri juga berpendapat perlu ada pelurusan pandangan sehingga kitab kuning tak dianggap mengajarkan eksklusifisme dan fundamentalisme. Sebaliknya, pengajaran kitab ini mampu melunturkan kedua hal tersebut.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan, tumbuhnya keilmuan Islam sangat penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam.
Ini dapat dilihat dari kegemilangan peradaban Islam yang banyak didukung dengan banyaknya buku ilmu pengetahuan dan filsafat yang diterjemahkan.
"Dari situ dikembangkan, terutama dengan sinar wahyu ilmu pengetahuan baru dan ilmuwan yang banyak, yang masing-masing menulis kitab. Ulama zaman dahulu tidak hanya menguasai agama, tapi juga ilmu umum, sejarah, filsafat, seni. Kitab menjadi referensi sehingga terjadi diseminasi ilmu pengetahuan," ujar Din, ketika ditemui Republika di Jakarta, Rabu (6/4).