Ahad 27 Mar 2016 08:27 WIB

Mencari Ridha

Rep: Hafidz Muftisany/ Red: Agung Sasongko
Cuaca di Makkah setelah musibah crane jatuh, Jumat (11/9)
Foto:

Seorang sufi yang hidup pada abad pertengahan, Ruwaim, juga mengungkapkan pengertian yang sama. Ia mengatakan bahwa ridha adalah menghadapi ketentuan Allah SWT dengan rasa girang. Seorang sufi wanita terkemuka, Rabi'atul Adawiyah, suatu waktu juga pernah ditanyai tentang kapan seorang hamba menjadi orang yang ridha, kemudian Rabi'ah menjawab, "Bila kegembiraannya di waktu ditimpa bencana sama dengan kegembirannya di kala mendapat kurnia." (Ensiklopedi Islam Jilid IV, hlm 170).

Dalam tingkatan sufi, ridha pada peringkat pertama merupakan maqam bagi seorang sufi, sedangkan ridha pada peringkat kedua adalah hal yang merupakan karunia Allah SWT. Ridha mencerminkan puncak ketenangan jiwa seseorang.

Pendirian orang yang telah mencapai maqam ridha tidak akan terguncang oleh apa pun yang dihadapinya karena baginya segala yang terjadi di alam ini tidak lain adalah kekuasaan Allah SWT yang merupakan iradat (kehendak) Allah yang mutlak. Semua yang terjadi itu harus diterima oleh manusia dengan rasa tenang dan gembira karena itu adalah pilihan Allah SWT yang berarti pilihan yang terbaik.

Dalam sejumlah maqam yang dijalani seorang sufi, maqam ridha lebih tinggi daripada maqam sabar karena dalam pengertian sabar masih terkandung pengakuan adanya sesuatu yang menimbulkan penderitaan, sedangkan bagi orang yang telah berada pada maqam ridha, ia tidak lagi membedakan antara apa yang disebut nikmat. Semua itu diterimanya dengan rasa senang karena semuanya adalah ketentuan Allah SWT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement