Kamis 03 Mar 2016 17:15 WIB

Ash-shulhu, Sang Perantara

Gurun pasir.
Foto: Wordpress.com
Gurun pasir.

REPUBLIKA.CO.ID,  Dalam pengertian bahasa, Ash-shulhu adalah memutus pertengkaran atau perselisihan. Sedang dalam pengertian syariat, ash-shulhu adalah suatu jenis akad untuk mengakhiri perlawanan antara dua orang yang berlawanan.

Masing-masing yang melakukan akad disebut mushalih. Sedang persoalan yang diperselisihkan disebut mushalih 'anhu. Kemudian hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan disebut mushalih 'alaihi atau disebut juga badalush shulh.

Ash-shulhu disyariatkan dalam Islam melalui Alquran, Sunnah maupun ijma' para ulama demi tercapainya kesepakatan sebagai pengganti dari perpecahan, agar permusuhan antara dua pihak yang berselisih dapat dilerai.

Allah berfirman dalam Alquran Surat Al Hujurat [49] ayat 9, ''Dan jika ada dua golongan dari orang-orang Mukimin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali kepada perintah Allah, maka damaikanlah antara keduanya dengan adil. Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil.''

Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari 'Amar bin Auf bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Perjanjian antara orang-orang Mukmin itu boleh, kecuali perjanjian menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.''

Umar bin Khattab RA berkata, ''Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan perkara melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian di antara mereka.'' Para ulama sendiri bersepakat bahwa perdamaian antara lawan-lawan itu disyariatkan.

Rukun Ash-shulhu adalah ijab dan kabul dengan lafal apa saja yang dapat menimbulkan perdamaian. Seperti ucapan si terdakwa, ''Aku berdamai denganmu; Kubayar utangku padamu yang lima puluh dengan seratus.'' Sedang pihak lain berkata, ''Telah aku terima.'' Dapat pula dengan kalimat lain yang serupa.

Apabila Ash-shulhu telah berlangsung, maka ia menjadi akad yang mesti dipenuhi oleh kedua belah pihak. Salah satu di antara keduanya tidak dibenarkan mengundurkan diri dengan jalan merusaknya tanpa adanya kerelaan pihak lain. Dengan adanya akad ini, penggugat berpegang kepada apa yang dikenal dengan sebutan badal Ash-shulhu. Dan si tergugat, tidak berhak lagi meminta kembali dan menggugurkan gugatan. Suaranya tidak lagi didengar.

 

sumber : Pusat Data Republika

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement