Ahad 07 Feb 2016 12:11 WIB

Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Mulai Gunakan Biogas

Rep: Damanhuri Zuhri/ Red: Agung Sasongko
Produk Biogas Daarul Quran
Produk Biogas Daarul Quran

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Biogas bukan produk kreatif pertama Daarul Qur’an. Sebelumnya, Pesantren Daarul Qur’an juga sudah mengolah sampah domestik pesantren untuk sumber energi. Melalui mesin incinerator, sampah yang sudah dibakar diproses menjadi briket batako atau konblok. Briket sampah ini dapat menggantikan fungsi arang untuk pembakaran.

Melalui Unit Pengelolaan Limbah Terpadu Pesantren, limbah organik berupa feces (tinja) santri diproses menjadi biogas.  Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses pembusukan limbah organik (dari makhluk hidup) dengan bantuan bakteri dalam keadaan anaerob(tanpa oksigen).

Gas ini sebagian besar berupa gas metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan beberapa gas dalam jumlah kecil seperti hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), hidrogen (H2), dan nitrogen.

Gas yang dihasilkan sementara ini hanya digunakan untuk kompor dapur. ‘’Ke depan bisa kita manfaatkan juga untuk sumber energi listrik pesantren,’’ terang Jonet, pemimpin unit pengolahan limbah.

Jonet menambahkan, pengolahan limbah tinja juga menghasilkan pupuk padat dan cair organik unggul. Produk ini akan dimanfaatkan untuk keperluan pesantren dulu. Jika terbukti sukses, akan dimanfaatkan secara lebih luas.

Pembina Syariah Daarul Qur’an KH Ahmad Kosasih MA menjelaskan, biogas hasil pengolahan feces manusia halal hukumnya untuk dimanfaatkan. Sebagaimana kemubahan memanfaatkan tinja hewan dan manusia untuk diolah menjadi pupuk organik.

‘’Tinja manusia itu najis. Gas yang dihasilkan dari kotoran itu juga najis. Namun, ketika gas tersebut sudah dibakar, maka api dan asapnya dihukumi sebagai najis yang ma’fuwwun ‘anhu (dimaafkan/ditoleransi),’’ terang Kyai Kosasih.

Artinya, jika badan kita terkena biogas tersebut hingga basah karenanya, maka bagian yang basah itu harus disucikan lantaran mutanajjis. Tapi tak mengapa terkena api dan terpapar asap hasil pembakaran biogas, meskipun api dan asap itu mengandung materi najis.

Kiai Kosasih menganalogkan dengan angin yang keluar dari perut manusia melalui dubur (kentut). Kalau angin itu lembab sehingga membasahi pakaian dalam (meninggalkan bekas atau residu), maka pakaiannya kena najis. Tidak sah jika dipakai ketika sholat.

Namun jika angin itu kering, dan mungkin hanya menerbitkan bau tak sedap, maka najisnya ringan (dimaafkan)  bahkan boleh dikatakan tidak najis sama sekali.

Walau demikian, KH Ahmad Kosasih tetap menerima dan menghargai pendapat yang berbeda soal pemanfaatan biogas dari limbah tinja.

Guna meyakinkan warga pesantren, maka pemanfaatan kompor biogas perdana dilakukan oleh para pengurus yayasan dan pimpinan pesantren. Selain Ustadz Jameel, juga Ketua Daarul Qur’an Tarmizi As Shidiq, dan Pengasuh Pesantren Ustadz Slamet Ibnu Syam.

“Klik, bull,” Begitu Ustadz Ahmad Jameel memutar knop kompor gas ke kiri, api biru menyala melingkar rata.

‘’Alhamdulillah,’’ kata Pemimpin Harian Pesantren Daarul Qur'an sambil tersenyum di rumahnya, Kamis (4/2). Itulah momentum peresmian penggunaan biogas sebagai bahan bakar alternatif di lingkungan Pesantren Tahfidz Daarul Qur'an Tangerang, Banten.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement