Kamis 07 Jan 2016 11:06 WIB

Empat Pendapat Shalatnya Perempuan yang Haid tak Teratur

Rep: Hanan Putra/ Red: achmad syalaby
Darah Menstruasi (Ilustrasi)
Foto: www.seksualitas.net
Wanita mengalami Pre Menstruasi Syndrom (PMS) seperti mual dan pusing. (ilustrasi)

Persoalan tentang haid tak teratur menuai berbagai pendapat para ulama fiqh. Dalam mazhab Hanafi, istilah mu’tadah berpatokan pada kebiasaan masa haid. Di luar kebiasaan tersebut, darah yang keluar adalah istihadhah. Darah istihadhah tetap mewajibkan wanita untuk shalat dan tidak menghalanginya untuk beribadah. Istihadhah bisa disebabkan penyakit dan tidak akan berhenti mengalir sampai reproduksinya sembuh.

Mazhab Hanafi meyakini, darahnya yang keluar setelah masa kebiasaan haid termasuk darah istihadhah. Misalnya, bila ada wanita terbiasa haid tujuh hari setiap bulannya. Kemudian, pada satu masa haid selanjutnya darahnya masih tetap mengalir. Maka darah yang keluar setelah hari ketujuh tersebut dianggap istihadhah.

Namun jika masa haid si wanita lebih dari 10 hari setiap bulannya, maka Mazhab Hanafi berpendapat bahwa haid hanya 10 hari pertama saja. Darah yang keluar di hari ke-11 dan selanjutnya juga dihukum istihadhah. Mazhab Hanafi berdalil dari kebiasaan kaum wanita yang mana haidnya tidak akan lebih dari 10 hari 10 malam.

Bagaimana jika darah haid terputus di tengah-tengah masa haid kemudian keluar lagi? Menurut mazhab Hanafi, darah yang keluar kedua juga dianggap darah haid, bukan istihadhah. Namun tetap berpatokan pada kaidah masa haid 10 hari. Jika darah kedua lewat dari 10 hari, maka hari ke-11 kembali dihukum istihadhah. 

Di masa haid tersebut terputus, Mazhab Hanafi tetap mewajibkan shalat bagi wanita. Misalkan, haid dimulai tanggal 1-4 lalu darahnya berhenti di tanggal 5-6. Tanggal 7-9 darah tersebut keluar lagi. Wanita tetap diwajibkan shalat di tanggal 5-6 saat darah berhenti.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement