Selasa 22 Dec 2015 06:10 WIB
Catatan Akhir Tahun 2015

Tagar, Penangkal Sihir Islamofobia

Rep: Indah Wulandari/ Red: Muhammad Subarkah
Poster Islamofobia di Quebec
Foto:
Kelompok Muslim Amerika Serikat mengampanyekan anti Islamofobia

Walhasil, ketegangan muncul kembali. Seperti di Kentucky, AS medio November lalu, sejumlah preman mencoret-coret masjid dengan cat semprot merah terang dengan tulisan "Muslim - Jauhi Yahudi," "Ini untuk Prancis" dan "Nazi Bisa Bahasa Arab."

Tiga masjid juga dirusak di California, salah satunya bahkan dibakar. Sementara di Philadelphia, sepenggal kepala babi dilemparkan ke arah masjid dan seorang pemilik toko kelontong dipukuli hanya karena dirinya adalah Muslim.

Potensi kericuhan akibat Islamofobia terbaca oleh Obama. Ia mengingatkan kewajiban semua Muslim buat menangkal radikalisasi.

"Tapi sebagaimana kaum Muslim bertanggungjawab meredam radikalisasi, juga menjadi tanggungjawab semua warga Amerika Serikat, semua keyakinan dan agama, untuk menghentikan diskriminasi," jelasnya.

Dari sisi kuantitas saja, tindakan diskriminasi yang dipicu oleh Islamofobia di Prancis telah diteliti meningkat 23,5 persen dalam enam bulan pertama 2015, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Angka tersebut dirilis dalam sebuah laporan berjudul “Islamofobia di Prancis enam bulan setelah serangan teroris Januari 2015″ oleh Organisasi melawan Islamofobia di Prancis.

“Serangan terhadap masjid, ancaman pembunuhan terhadap wanita berkerudung, anak-anak sekolah dipermalukan oleh guru mereka, siswa perempuan dilarang mengenakan rok panjang, profil agama dari anak-anak Muslim, propagasi pidato kebencian dan bahkan deklarasi perang terhadap umat Islam dan masih banyak hal mengerikan bagi umat Islam,” tulis laporan itu.

Serangan fisik pun meningkat 500 persen dan serangan verbal 100 persen sejak awal tahun 2015.  Kaum perempuan termasuk di antara korban pertama dari Islamofobia. Diskriminasi dan kekerasan terjadi terhadap orang dewasa dan anak-anak Muslim akibat ulah teroris yang mengatasnamakan Islam.

Data tersebut makin diperkuat dengan serangan beruntun di pusat-pusat keramaian di Paris pada 13 November lalu. Sekitar 150 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat ledakan bom bunuh diri. Tagar #PrayForParis menandai kedukaan tersebut. Tidak ada yang secara verbal menyudutkan  umat Islam, namun tiba-tiba saja ISIS mengklaim peristiwa memilukan tersebut sebagai rancangannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement