REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk menunjang pencahayaan dan sirkulasi udara ke dalam menara, dibuat sejumlah bukaan. Di sini terdapat 14 lubang yang berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya dan sirkulasi udara. Lubang ini ditempatkan di posisi yang berbeda-beda di setiap ketinggiannya.
Bahkan, di bagian atapnya terdapat jendela berukuran 10 meter persegi. Jendela yang berada di empat sisi menara tersebut bermanfaat besar sebagai jalan masuk cahaya dan udara. Selain itu, jendela tersebut juga penting untuk melihat keadaan di sekitar menara.
Sayangnya, para pelancong yang ingin melihat keindahan alam dari atas menara ini sudah tak lagi mendapat izin. Pengelola bangunan ini sudah menutup akses pengunjung untuk naik ke atas menara pascagempa yang menggoyang wilayah ini pada 1998. Akibat gempa tersebut, menara Emin kini terlihat miring, layaknya menara Pissa di Italia.
Walau tak lagi bisa masuk ke puncak menara, namun keagungan karya arsitektur menara Emin ini tetap bisa dinikmati. Terlebih, hanya seperlemparan batu dari menara ini, berdiri anggun Masjid Su Gong Ta atau dikenal pula sebagai Masjid Uyghur. Berbentuk persegi, masjid ini tampak sebagai pasangan harmonis bagi menara Emin yang gagah.
(Baca Juga: Menara Emin, Tertinggi di Daratan Cina)
Bangunan dari masa lalu biasanya menyimpan banyak cerita. Ini juga terjadi pada menara Emin. Bangunan yang berada di salah satu wilayah kantong Muslim di Cina ini merupakan simbol penghargaan untuk seorang pejuang Muslim bernama Emin Khoja.
Seperti tertulis pada salah satu prasasti di dekat pintu masuk menara, bangunan ini didirikan untuk menghormati Emin Khoja yang hidup di masa Pemerintahan Dinasti Qing. Proses pembangunan menara dimulai pada 1777 Masehi pada masa pemerintahan Kaisar Qianlong. Hanya dalam waktu setahun pembangunan menara ini rampung.
Namun, bukan Kaisar yang membiayai pembangunan menara ini, melainkan salah satu putra Emin, yakni Suleman. Suleman adalah putra kedua Emin yang mewarisi kekuasaan ayahandanya sebagai penguasa Turpan.
Selain untuk mengenang Emin Khoja, bangunan ini juga menjadi saksi adanya toleransi beragama yang telah tumbuh sejak masa lalu di Cina. Kala itu, Kaisar Qianlong memperlihatkan sikap toleransinya terhadap Muslim setempat. Toleransi ini tak lepas dari dukungan masyarakat Muslim setempat dalam membendung agresi militer bangsa Mongol dan Uighur.
Tak jauh dari menara Emin, terdapat situs gua Bezeklik yang menjadi representasi ibadah penganut agama Buddha. Inilah sebuah pesan moral tentang toleransi yang sejatinya telah ada sejak masa silam di Cina. Sayangnya, teladan itu tampaknya kini telah terkikis. Kondisi Muslim Uighur saat ini yang tertekan dan terpinggirkan adalah buktinya.
Sumber: Pusat Data Republika