REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat Timur Tengah Slamet Ibnu Syam mengatakan, persoalan Suriah beserta keberadaan kelompok radikal di Surah harus dipahami secara jernih. Sikap ini penting agar tidak menyamakan rakyat Suriah identik dengan pelaku kekerasan (teroris) atau menjadi anggota ISIS.
"Ingat, di Suriah warganya tidak hanya berpenduduk Islam. Di sana banyak pengangt agama. Semenjak dahulu, hubungan antarumat beragama di Surah berjalan damai. Warga asli di sana sangat berhati lembut dan dermawan. Jadi, jangan identikkan semua warga Suriah adalah teroris atau pelaku kekerasan atau menjadi anggota ISIS,’’ kata Slamet yang juga mantan ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Suriah pada era awal 2000-an.
Slamet mengatakan, bila ada yang pernah tinggal di Suriah sebelum perang terjadi maka mereka akan mendapatkan suasana damai dan nyaman. Apalagi, bagi seorang pelajar asing yang belajar di sana, mereka pasti akan betah dan tak mungkin terancam kelaparan.’
"Warga Suriah itu kalau ada orang asing, apa yang dia punyai akan dibagi. Kalau soal makan, pasti akan mudah didapatkan,’’ katanya.
Namun, lanjutnya, entah mengapa dalam beberapa tahun terakhir suasana berubah seiring dengan masuknya banyak pendatang atau orang asing ke sana. Sikap radikal tiba-tiba merebak. Kekerasan mulai muncul. Aliran keagamaan yang gampang berpikirkan ‘mengafirkan orang lain' bermunculan.
"Yang bawa dan pelakunya itu orang asing. Ini imbas dari perang yang melanda irak dan perseteruan Iran dengan dunia internasional. Sebelum ini, Suriah aman-aman saja,’’ ujar Slamet.