REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peraturan pemerintah pelaksanaan undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal (UU JPH) tengah disusun agar memudahkan ekspor impor komoditas halal.
Kasubdit Produk Halal Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama Siti Aminah mengatakan, dalam UU JPH ada amanat soal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang memerlukan peraturan presiden, peraturan menteri, atau peraturan pelaksananya.
Peraturan pemerintah terkait JPH sedang disiapkan termasuk mengenai perdagangan internasional. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pernah bersurat juga soal ini kepada Kemenag.
''Kami memang butuh masukan industri. Produk halal internasional memang lebih pada mutual recognition. Sebab itu, produk halal lebih baik oleh negara karena cakupannya lebih luas,'' tutur Aminah.
Soal ekspor halal yang dikeluhkan tak masuk dalam UU JPH, Aminah mengatakan sudah dikoordinasikan dengan pihak-pihak terkait. Di bebepara negara, produk halal tidak ditangani pemerintah tapi lembaga sehingga pembicaraan tidak bisa di level antar negara (G2G).
''Dalam PP ini, inginnya lebih detil baik untuk G2G maupun G2B agar tidak jadi bumerang. Sehingga lebih komprehensif. Mumpung masih pembahasan, kami mengajak industri untuk ikut,'' ungkap Aminah.
Dalam PP Halal ini, produk halal impor hanya butuh registrasi tanpa perlu inspeksi ke negara asal kecuali ada kasus. Di sisi lain, Indonesia menginginkan adanya aksi resiprokal juga dari negara tujuan ekspor produk halal Indonesia.
Soal standar kehalalan, Aminah menyatakan, standar halal LPPOM MUI masih nomor satu, sudah dipakai di SMIIC dan Eropa pula. Masalahnya pada koordinasi.
''Kita masih terpencar. 2016 rencananya Kemenag ingin menyatukan isu halal jadi satu isu besar bersama, terutama soal pameran produk dan jasa halal,'' ungkap Aminah.
Ketua Komite Timur Tengah dan Organisasi Kerja sama Islam (OIC) Kadin Mohamad Bawazeer mengungkapkan, UU JPH sudah disahkan pada 2014. Perdebatan UU JPH ada dua, soal sertifikasi (fatwa) dan dampak terhadap ekspor nasional. Soal fatwa, ia menilai tidak usah lagi didebatkan karena ada MUI.
Hanya saja, dalam UU JPH tidak ada soal ekspor. Kadin juga sudah menyampaikan ini kepada pemerintah. ''Kalau ada bahasan Permen BPJH dan PP Halal, Kadin siap dilibatkan,'' ungkap Bawazeer.
Ekspor halal harus antisipasi dan dimulai dari sekarang. Produk standar halal Indonesia sudah diyakini kualitasnya. Secara bersamaan, Indonesia juga harus serius melihat potensi internal.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Salman Al Farisi mengatakan, jika ekspor produk halal tidak dalam UU JPH, pihak-pihak yang berkepentingan dorong aturan teknisnya saja.
''Jika menggelar pameran, dibuat serius dan sinergi semua pihak. Pilih yang potensial karena setelah pameran permintaan biasanya tinggi,'' ungkap mantan Duta Besar Indonesia untuk Uni Emirat Arab itu.
Di dalam negeri, sensitifitas halal penting. Maka perangkat perdagangan produk juga penting ada.