Senin 19 Oct 2015 19:31 WIB

Soal Komik, Ini Pandangan Ulama

Ilustrasi komik manga
Foto: deviantart
Ilustrasi komik manga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komik atau cerita bergambar menjadi salah satu hobi yang digandrungi anak-anak. Tak jarang hingga orang dewasa setia mengoleksi komik kesayangannya. Salah satu jenis komik yang banyak dikoleksi, yakni komik asal Jepang atau dikenal dengan manga.

Manga selalu menjadi buruan karena menyajikan cerita yang imajinatif. Dalam genre tertentu, manga juga mengisahkan kekerasan hingga menyuguhkan cerita seksualitas. Bagaimana para ulama menilai komik yang menjadi hobi ini?

Komik terdiri atas beberapa bagian. Bagian utama yang membedakannya dengan buku cerita lain, yaitu gambar. Hukum gambar sendiri dalam Islam ulama berbeda pendapat. Ada kelompok yang melarang keras segala bentuk makhluk, ada pula kelompok ulama yang moderat membolehkan gambar dengan beberapa syarat.

Salah satu kelompok yang membolehkan gambar dengan beberapa syarat, yaitu Darul al-Ifta Mesir. Lembaga Fatwa tertinggi di Negeri Piramida ini berpandangan sebagian ulama membolehkan lukisan hewan dan manusia. Pendapat ini disepakati oleh Ibnu Himdan dari mazhab Hanbali. Dia berpendapat bahwa larangan menggambar hanya diberlakukan pada pembuatan seni yang memiliki tinggi, lebar, dan kedalaman (tiga dimensi) semisal patung.

Ibnu Abi Shaybah dalam al Musanaf meriwayatkan Imam al-Qasim bin Muhammad seorang ulama masyhur dari kalangan tabi’in memasang gambar burung di dalam ruangannya. Ibnu Abi Syaybah berkata, “Aku masuk ke rumah al-Qasim yang terletak di utara Makkah dan melihat hajla (jaring yang ditempatkan di atas tempat tidur sebagai perlindungan terhadap serangga terbang) dengan gambar burung phoenix dan berang-berang.” Ibnu Hajar al-Asqolani dalam Fathul Bari menyebut periwayatan kisah tersebut shahih.

Imam Nawawi berpendapat bahwa para ulama salaf melarang menggambar apa pun yang memiliki bayangan. Namun, jika dia tidak memiliki bayangan maka menggambar hal tersebut diperbolehkan.

Dari pendapat tersebut, Darul al-Ifta Mesir mengambil kesimpulan kebolehan menggambar manusia, hewan, dan sejenisnya baik dari imajinasi ataupun dari kenyataan. Termasuk di dalamnya kebolehan dalam fotografi.

Namun demikian, ada syarat yang diketengahkan, yakni gambar tersebut tidak boleh membangkitkan hasrat seksual. Baik dalam gambar maupun cerita. Dilarang pula menggambar yang termasuk aurat.

Selain itu, kelompok yang menentang keras menggambar makhluk, salah satunya Lajnah Daimah Kerajaan Arab Saudi. Menurut Lembaga Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ini, gambar sesuatu yang memiliki nyawa hukumnya tidak boleh. Dalilnya hadis Nabi SAW, “Para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang di dalamnya terdapat patung-patung atau gambar-gambar.” (HR. Muslim).

Beberapa dalil dari hadis Nabi juga menguatkan pendapat ini. Lembaga yang saat itu dipimpin Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz mengatakan hadis-hadis tersebut juga menjadi landasan umum larangan menggambar baik sebgai profesi ataupun tidak termasuk foto.

Lajnah Daimah hanya membolehkan foto untuk kepentingan tertentu semisal untuk kartu identitas, paspor, dan foto penjahat buron untuk mengenali ciri-ciri mereka.

Adapun membawa masuk gambar sesuatu yang memiliki ruh ke dalam rumah jika diletakkan di tempat yang rendah sehingga ada kemungkinan terinjak, keberadaannya di dalam rumah tidak dilarang menurut syariat Islam. Demikian pula, jika gambar tersebut ada dalam paspor dan kartu izin tinggal atau yang semisalnya, boleh dibawa masuk ke dalam rumah karena suatu kepentingan.

Akan tetapi, jika orang yang menyimpan gambar tersebut bertujuan untuk mengagungkannya maka itu hukumnya tidak boleh. Komite juga melarang gambar yang membuka aurat.

Lajnah menyarankan meskipun misalnya ada manfaatnya, menggambar masuk ke ranah syubhat. Dan hal syubhat harus ditinggalkan. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan sesungguhnya perkara yang haram itu jelas, dan di antara kedua perkara tersebut ada perkara-perkara yang syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barang siapa menjaga diri dari perkara syubhat maka sesungguhnya dia telah berlepas diri demi (keselamatan) agama dan kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustaz Ahmad Sarwat, berpendapat meski ada perbedaan dua kelompok ulama soal gambar namun ada hal-hal yang disepakati keduanya. Pertama, ulama sepakat mengharamkan patung makhluk bernyawa, seperti arca, berhala, dan patung hewan. Kedua ulama sepakat mengharamkan patung atau gambar dua dimensi yang bertentangan dengan syariat, seperti membuka aurat, homoseksual, kekerasan tanpa alasan yang hak, dan sebagainya.

Ulama juga bersepakat keharaman menggambarkan hal yang tidak ada dasarnya, seperti gambar par nabi dan rasul. Dilarang juga menggambar atau patung tokoh agama semisal sahabat Nabi SAW. Para ulama juga bersepakat menghalalkan boneka mainan meski berbentuk makhluk bernyawa.

Dalilnya, disebut Ustaz Sarwat, dari Aisyah berkata, “Aku bermain-main dengan mainan yang berupa anak-anakan (boneka). Kadang-kadang Rasulullah SAW mengunjungiku, sedangkan di sisiku terdapat anak-anak perempuan. Apabila Rasulullah SAW datang, mereka keluar dan bila beliau pergi mereka datang lagi.” (HR Bukhari dan Abu Dawud).

Dalil ini juga digunakan sebagian ulama untuk membolehkan gambar kartun yang lucu karena diqiyaskan dengan boneka Aisyah. Namun, dengan syarat gambar tersebut tidak melanggar ketentuan syariat baik dalam cerita maupun gambar itu sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement