REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke depan diharapkan tidak hanya mengurus umat Islam di Indonesia. Namun juga mengurus umat Islam di dunia. Untuk itu, paham Islam wasathiyah yang mencerminkan budaya keindonesiaan harus terus didorong untuk ‘go internasional’.
Ketua Umum Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof DR HM Din Syamsudin MA mengatakan, Munas IX MUI yang mengangkat Islam Wasathiyah untuk Indonesia yang Berkeadilan dan Berkeadaban untuk melenkapi wawasan wawasan keIslaman yang sudah muncul dalam muktamar dua umat Islam besar sebelumnya.
Yakni Islam Nusantara dalam Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur serta Islam Berkemajuan pada Muktamar Muhammadiyah, di Makasar, Sulawesi Selatan yang keduanya sesungguhnya saling melengkapi.
Karena itu, jelas Din, Munas IX MUI dengan wasathiyah --selain sebagai muara seperti yang disampaikan Presiden RI-- juga merupakan jalan.
“Kita ingin mewujudkan yang menurut Alquran Islam merupakan umat ‘tengahan’ yang mengandung arti moderat,” ,” ujarnya pada Pembukan Munas IX MUI di gedung Grahadi, Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/8).
Moderat itu, katanya tidak terjebak pada ekstrimitas seperti faham radikal dan juga faham liberal. “Islam di sini merpakan Islam jalan tengah, toleran –dalam pengertian-- bertenggang rasa kepada pihak lain. Tidak boleh kemudian main pokoke,” tegasnya.
Termasuk Islam yang inklusif atau Islam yang menampung semuanya. Bukan eksklusif atau Islam yang kemudian ingin mendepak atau mengeluarkan orang lain, apalagi dengan sesama Muslim. Ini jauh dari nilai-nilai wasathiyah.