Senin 01 Jun 2015 10:19 WIB

KB Steril, Bolehkah? (1)

Rep: Hannan Putra/ Red: Indah Wulandari
Sterilisasi Muslimah Uzbekistan
Sterilisasi Muslimah Uzbekistan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Cepatnya pertumbuhan penduduk membuat pemerintah melancarkan program Keluarga Berencana (KB). Alat kontrasepsi yang disarankan dalam program KB salah satunya adalah sterilisasi. Model kontrasepsi ini berbeda dengan kontrasepsi lainnya.

Sterilisasi yakni memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi agar tidak dapat menghasilkan keturunan lagi. Jika kontrasepsi lain hanya bersifat menunda atau mengatur jarak kehamilan, sterilisasi memang benar-benar memandulkan. Lantas bagaimanakah pandangan fikih Islam tentang KB model ini?

Secara umum, para ulama tak mempermasalahkan program KB yang didengungkan pemerintah. Jika hanya sebatas mengatur atau menunda kehamilan, hal ini pun pernah dipraktekkan di masa para sahabat Rasulullah.

Tujuan dari pengaturan kehamilan agar anak-anak yang dilahirkan dapat diasuh dengan baik dan menghindarkan resiko-resiko melahirkan yang disebabkan jarak kelahiran terlalu dekat. Intinya, program KB bertujuan mengutamakan kualitas anak dibanding kuantitas.

Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT, "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka," (QS an-Nisa [4]: 9). Ayat ini menekankan pentingnya kualitas keturunan dari keturunan. Jika program KB ditujukan untuk menjaga kualitas keturunan, tentu hal ini tak menjadi masalah.

Soal pembolehan KB juga didukung ulama Tanah Air dalam konferensi besar pengurus besar Syuriah Nahdlatul Ulama pertama yang diselenggarakan di Jakarta.

Para ulama menghukum makruh dalam kasus ini. Jika dengan ‘azl (mengeluarkan air mani di luar rahim) atau dengan alat yang mencegah sampainya mani ke rahim seperti kondom, maka hukumnya makruh. Begitu juga makruh hukumnya kalau dengan meminum obat untuk menjarangkan kehamilan.

Para ulama seperti Imam Syafi'i, Al Ghazali, dan ulama kontemporer lainnya tak mempermasalahkan model azl seperti yang pernah dilakukan sahabat di zaman Rasulullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement