REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Cendekiawan Muslim Komaruddin Hidayat berharap agar dikotomi pendidikan Islam dengan barat di sekolah atau perguruan tinggi Islam segera diakhiri untuk menghadapi kompleksitas tantangan global.
"Sudah ketinggalan zaman itu (dikotomi pendidikan Islam-barat). Sebab pendidikan barat, misalnya, yang berkaitan dengan teknologi juga penting dikuasai umat Islam untuk menghadapi persaingan global," kata Komaruddin belum lama ini.
Menurut Komaruddin, masih adanya sebagian santri yang antipati terhadap pendidikan yang berasal dari barat rata-rata dipicu oleh alasan politik dengan anggapan bahwa pendidikan yang berasal dari barat adalah rekayasa ahli Yahudi.
"Saya amati para santri di Indonesia tidak suka dengan pendidikan barat, karena sakit hati dengan barat," ucap mantan rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Di Jepang, ia mencontohkan, kendati mereka memiliki sisi sejarah yang kelam dengan Amerika Serikat (AS) dengan peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, namun pendidikan barat tidak lantas ditinggalkan untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki negara Paman Sam itu.
"Mereka (bangsa Jepang) membalas Amerika dengan belajar dulu ke Amerika," ujar dia.
Demikian juga dengan umat Islam di Indonesia, ia berharap jangan hanya menjadi penonton ketika eksplorasi aneka tambang di Indonesia sebagian besar didominasi oleh negara-nagara barat. Caranya, kata dia, tiada lain dengan mempelajari dan menguasai teknologi.
Dengan kebutuhan itu, menurut Komarudin, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mendikotomikan pendidikan barat dan Islam menjadi "fardu kifayah" bagi umat Islam untuk mencapai kesuksesan kehidupan dunia dan akhirat.
"Pendidikan di kalangan umat Islam harus bangkit, kalau tidak maka umat Islam hanya akan menang secara kuantitatif saja," tutur Komaruddin.