REPUBLIKA.CO.ID, Hadis tersebut masih bersifat umum, karena tidak dijelaskan shalat apa saja yang disyariatkan untuk membaca doa iftitah, sehingga oleh karenanya hadis ini mencakup semua shalat yang tidak ada dalil spesifik tentang bacaan doa iftitah apa yang dianjurkan untuk dibaca.
Penerapan keumuman dalil ini sesuai dengan kaidah ushuliyah yang mengatakan, apabila dalam nash syar’i ada lafal yang umum dan tidak ada satu dalil pun yang mentakhsisnya, maka wajib membawa (mengamalkan) nash itu pada keumumannya.” (Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, hal 181).
Perlu diketahui juga tentang kapan doa iftitah itu dibaca. Dari hadis yang disebutkan di atas, dapat ditarik pemahaman dari kata “Rasulullah SAW diam antara takbir dan membaca al-Fatihah”, bahwa doa iftitah dibaca sesudah takbiratul ihram dan sebelum membaca surah al-Fatihah, sehingga doa iftitah itu dibaca setelah takbir tujuh kali dalam shalat id.
Untuk doa iftitah yang dibaca bisa menggunakan beberapa alternatif yang diajarkan Rasulullah SAW, seperti doa iftitah yang terdapat dalam hadis di atas. Namun untuk lebih jelasnya tentang doa iftitah apa saja yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, bisa dilihat dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah hal 78-79.
Terlepas dari itu semua, karena penanya dalam posisi ini tentunya menjadi makmum dalam shalat id, maka perlu memerhatikan juga imam shalatnya. Jika memang imamnya diam sejenak untuk membaca doa iftitah, alangkah baiknya ibu sebagai makmum juga membacanya.
Namun, bila sang imam setelah takbiratul ihram kemudian merangkainya dengan takbir tujuh kali dan langsung membaca surah al-Fatihah tanpa membaca doa iftitah, maka ibu juga sebaiknya mengikuti apa yang dilakukan imam. Wallahu a’lam bish shawab. (Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah)