Ahad 03 Aug 2014 12:36 WIB

KH Ibrahim, Ahli Alquran dan Pemberdaya Umat (2-habis)

KH Ibrahim didaulat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah kedua menggantikan KH Ahmad Dahlan (ilustrasi).
Foto: NET/ca
KH Ibrahim didaulat sebagai Ketua Umum Muhammadiyah kedua menggantikan KH Ahmad Dahlan (ilustrasi).

Oleh: Nashih Nashrulah

Ibrahim adalah sosok panutan yang serbabisa. Tidak hanya mahir berogranisasi, penguasaan suami dari Siti Moechidah dan Moesinah ini terhadap ilmu agama tak lagi diragukan.

Ia adalah ulama yang memiliki wawasan yang luas. Tokoh yang hafal Alquran ini dikenal ahli seni baca Alquran.

Kemahirannya dalam ilmu agama, terutama Alquran, tak terlepas dari didikan keluarga. Orang tuanya langsung yang mengajarinya menguasai Kitab Suci sejak usia lima tahun. Lingkungan yang kondusif itu juga tampak ketika KH M Nur, kakak kandungnya, juga berkontribusi pada bekal keilmuannya.

Fondasi keilmuan sang kiai semakin kuat setelah belajar di Tanah Suci, Makkah, selama lebih kurang tujuh sampai delapan tahun. Ketika itu, usianya masih cukup belia, yakni 17 tahun.

Di Tanah Hijaz inilah menantu dari KH Abdulrahman tersebut menimba ilmu dari sumbernya langsung. Ia belajar secara talaqqi ke sejumlah ulama di sana. Hingga, pada 1902 ia kembali ke Tanah Air atas permintaan keluarga lantaran ayahnya lanjut usia.

Berada di Tanah Air tak membuat kiprah Ibrahim di bidang keilmuan terhenti. Justru, di tanah kelahirannya ia dituntut membuktikan dan mengabdikan ilmunya untuk umat.

Ia menggelar pengajian di rumahnya dan mendapat respons positif dari masyarakat. Taklim yang ia pimpin selalu dibanjiri jamaah, terutama kalangan pemuda. Biasanya, pengajian dilaksanakan tiap hari, kecuali Jumat dan Selasa.

Pengajian juga menyasar kaum ibu. Bahkan, melalui sebuah perkumpulan yang bernama Adz-Dzakiraat, tokoh yang dikukuhkan sebagai Ketua Umum Kedua Muhammadiyah pada Maret 1923 ini, mengajak para ibu Muhammadiyah agar rajin beramal dan beribadah.

Pengabdiannya untuk umat tak pernah terhenti. Jalan dakwah dan pencerahan terus ia tapaki sampai Sang Khalik memanggilnya pada 13 Oktober 1933.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement