REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Wakaf Indonesia (BWI) menggenjot pengembangan wakaf produktif. ‘’Kami meminta masyarakat tak membiarkan begitu saja tanah wakaf yang ada atau hanya untuk masjid,’’ kata Arifin Nurdin dari Divisi Kelembagaan BWI, Rabu (4/6).
Selama ini, tanah wakaf yang tersebar di seluruh Indonesia sebagian besar hanya digunakan untuk sarana ibadah, pendidikan, dan kuburan.
Padahal, tanah wakaf, terutama yang terletak di kawasan strategis, dapat dimanfaatkan untuk lahan bisnis.
Tanah-tanah itu dapat dijadikan apartemen, rumah sakit, dan gedung perkantoran.
Tentu nantinya sebagian besar keuntungan dari usaha tersebut untuk kesejahteraan umat Islam. Dalam peraturan yang berlaku, pengelola wakaf atau nazir memperoleh 10 persen.
Arifin mengaku, butuh proses panjang memanfaatkan tanah wakaf sebagai lahan investasi. Sebab semua perlu diawali dengan kejelasan status tanah wakaf. Ini berkaitan dengan sertifikat tanah wakaf agar terhindar dari sengketa.
Selain itu, perlu penyadaran masyarakat untuk pemanfaatan tanah wakaf untuk bisnis. Sekarang, BWI mendampingi masyarakat dan nazir untuk mensertifikasi tanah wakafnya. ‘’Sertifikat membuat status hukum tanah wakaf jelas,’’ katanya.
Ia juga merujuk pada Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tentang pengelolaan dana wakaf. Tanah yang diwakafkan harus didaftarkan kepada pejabat berwenang. Seseotang yang berwakaf sebaiknya memroses wakafnya di KUA. Sesuai lokasi tanah wakaf berada.
Setelah itu, kepala KUA bersama nazir mendaftarkan tanah wakaf ke Kementerian Agama. Tapi pewakaf dan nazir juga harus melakukan proses balik nama di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Maksudnya, pada sertifikat tanah, nama pewakaf diganti nama pengelola wakaf.
Jika sudah didaftarkan ke BPN maka sudah selesai proses sertifikasi tanah wakaf. Sampai akhir periode Desember 2012, dari 420 ribu lokasi tanah wakaf seluruh Indonesia, baru sekitar 282 ribu saja yang telah bersertifikat.
Arifin mengatakan, BWI bekerja sama dengan Kemenag mendorong masyarakat mensertifikasi tanah wakafnya. Ini penting supaya mendapat perlindungan hukum dari negara. Dengan demikian, tak akan ada sengketa status tanah di kemudian hari.
Di tengah upaya sertifikasi, BWI belajar dan berbagi pengalaman dengan negara lain. Terutama dalam pengelolaan wakaf produktif. Salah satu negara yang diajak kerja sama adalah badan wakaf dari Afrika Selatan atau National Awqaf Foundation of South Africa.
Menurut Wakil Ketua BWI Mustafa Edwin Nasution, delegasi dari Afrika Selatan bertemu BWI pada Rabu. Mereka diwakili Ketua Dewan Pengelola Zeinoul Abesien Cajee dan Divisi Program Kepemudaan Amina Cajee.
Kedua belah pihak menandatangani nota kerja sama. Mereka akan bersama-sama memajukan wakaf. ‘’Kami juga akan membuat program wakaf bersama. Namun bentuknya masih dalam tahap pembicaraan,’’ katanya.
Menurut Mustafa, keduanya juga sepakat untuk tetap menjadi lembaga independen dan saling menghormati perbedaan budaya organisasi masing-masing. Ia mengatakan, selain menjalin ukhuwah kerja sama ini membantu pengembangan wakaf.