Sabtu 24 May 2014 21:50 WIB

Muhammadiyah Tawarkan Kepemimpinan Al-Ma'un

Rep: Hafidz Muftisany/ Red: Mansyur Faqih
Peserta melintas saat menghadiri Tanwir Muhammadiyah di Mesra Ballroom, Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (23/5). Tanwir yang dilaksanakan pada 23-25 mei yang telah dibuka oleh ketua umum PP Muhammadiyah Din Suamsuddin mengangkat tema
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Peserta melintas saat menghadiri Tanwir Muhammadiyah di Mesra Ballroom, Samarinda, Kalimantan Timur, Jumat (23/5). Tanwir yang dilaksanakan pada 23-25 mei yang telah dibuka oleh ketua umum PP Muhammadiyah Din Suamsuddin mengangkat tema "Dakwah Pencerahan M

REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Menjelang pergantian kepemimpinan nasional, Indonesia memiliki masalah yang selalu berulang. Akhir kepemimpinan nasional tidak pernah berlangsung mulus. 

Selain itu pemimpin nasional tidak pernah menyiapkan calon penggantinya atau tidak siap untuk diganti. Hal itu diungkapkan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Muhadjir Effendy dalam paparannya tentang kepemimpinan nasional dalam Tanwir Muhammadiyah Samarinda, Sabtu (24/5).

Menurut Muhajir masalah tersebut bisa dipecahkan jika pemimpin memiliki konsep sikap al-Ma'un. Dalam surah al-Ma'un, Allah SWT sudah menggariskan konsep kepemimpinan yang lengkap. 

Muhadjir menyebut pemimpin harus berorientasi menyelamatkan anak yatim dan mengentaskan kemiskinan. "Ini kaitannya dengan generasi masa depan. Jangan sampai jadi lost generation karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan," papar Muhadjir.

Menurutnya, dalam ayat keenam ada larangan untuk berbuat riya. Pemimpin harus bekerja tanpa menyombongkan apa yang telah dilakukan. "Ini termasuk cara kerja Muhammadiyah," katanya. 

Sementara pada ayat terakhir ada makna untuk berbagi dengan sesama. Muhadhir menjelaskan makna berbagi di ayat terakhir berbeda dengan berbagi dengan anak yatim dan miskin. "Berbagi dengan sesama bermakna sinergi dan kolaborasi."

Perilaku tersebut, ungkap Muhadjir ditopang dengan satu makna transedental yakni shalat seperti dalam ayat ketiga. "Jadi selalu ya pemimpin tidak pernah absen ke langit," tuturnya.

Selain konsep sikap al-Ma'un, pemimpin tidak bisa dilepaskan dari profetik pikiran dengan empat sifat utama. Muhadjir menekankan betul pada makna tabligh yang tak sekedar menyampaikan. "Tapi ada artikulasi dan agregasi," ujarnya.

Rasulullah SAW, terang Muhadjir sebenarnya adalah wujud aspirasi umat. Namun umat belum bisa memformulasikan bentuk aspirasinya. Yang terjadi saat ini adalah pemimpin yang hanya bisa menerima aspirasi rakyat namun tidak bisa menyampaikan gagasan yang tepat sebagai solusi.

Ia mencontohkan program subsudi BBM. Masyarakat memang senang dengan harga yang murah, namun pemerintah tak mengikutinya dengan pemahaman jika subsidi terus maka akan membunuh bangsa ini. "Pemimpin saat ini tidak punya keberanian," ungkapnya.

Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya, Zainuddin Maliki menambahkan pilpres mendatang dinilai berhasil jika mencapai beberapa hal. Pertama sistem politik yang terlegitimasi. Kedua ada mekanisme konsensus yang disepakati.

Selanjutnya yang menang tidak menghancurkan yang kalah, kemiskinan diminimalisasi dan mendekati tujuan nasional. "Yang penting juga adalah kemiskinan dalam diminimalisir," paparnya.

Muhammadiyah, ujar Maliki, bisa membantu suksesnya pelaksanaan pilpres. Karena memiliki modal yang cukup. 

Muhammadiyah adalah penyumbang kelas menengah yang memiliki kesadaran literasi dan politik tinggi. Selain itu mandiri secara sosial ekonomi. Serta, posisinya yang netral juga membuat dia memiliki wilayah garap yang luas yang berpihak pada yang lemah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement