Kamis 08 May 2014 20:40 WIB

Sejarah Penulisan Hadis (1)

Penulisan hadis (ilustrasi).
Foto: Wordpress.com/a
Penulisan hadis (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Ilmu hadis telah menyedot perhatian ulama sejak awal perkembangan Islam hingga saat ini.

Bahkan, khazanah Islam lebih banyak dipenuhi kitab-kitab hadis dibandingkan kitab lainnya, seperti tafsir. Hal ini menunjukkan pentingnya kedudukan hadis dalam Islam.

Bersama Alquran, hadis merupakan sumber hukum dan petunjuk untuk kehidupan umat manusia. Apa yang tidak dijelaskan secara terperinci dalam Alquran maka hal itu akan diuraikan dengan gamblang dalam sebuah hadis. Karena, pada dasarnya, hadis merupakan perkataan, ajaran, serta perbuatan Rasulullah SAW.

Berbeda dengan Alquran yang telah ditulis pada masa Nabi Muhammad SAW, hadis lebih banyak dihafal oleh sahabat daripada ditulis.

Bahkan, ada pendapat yang menyatakan bahwa Nabi SAW sendiri pernah melarang para sahabat untuk mencatat hadis-hadis, sebagaimana riwayat yang diterima dari Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, dan Zaid bin Tsabit yang tercantum dalam Taqyid al-Ilm karya Ibnu Abdul Barr. Larangan ini dimaksudkan agar sahabat fokus pada Alquran.

Namun, larangan ini, menurut sebagian ulama, tidak ditujukan kepada semua sahabat, tetapi khusus kepada para penulis wahyu karena kekhawatiran bercampurnya ayat-ayat Alquran dan hadis.

Karena itu, pada keterangan lain, disebutkan bahwa Nabi SAW mengizinkan menulis hadis, sebagaimana riwayat dari Abdullah bin Amr, Abu Syah, dan Ali bin Abi Thalib.

Kendati pada masa awal Islam sudah ada catatan-catatan hadis yang ditulis beberapa sahabat, penulisan hadis secara khusus baru dimulai pada awal abad ke-2 H saat Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah menduduki jabatan khalifah (717-720 M).

Sebab, menurut Khalifah Umar bin Abdul Aziz, bila tidak dikumpulkan dan dibukukan secara sendiri, hadis itu berangsur-angsur akan hilang.

Apalagi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat banyak sahabat dan para penghafal hadis semakin berkurang, baik karena meninggal dunia maupun berpindah tempat sesuai dengan perkembangan wilayah kekuasaan Islam.

Dan, hal ini juga dimaksudkan untuk terpeliharanya hadis dari ungkapan-ungkapan orang lain yang dikira bersumber dari Rasulullah (hadis palsu).

sumber : Dok Rep/Dia
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement