Sabtu 26 Apr 2014 22:31 WIB

Islam Sebagai Dasar Hukum Negara (3)

Peta Kerajaan Aceh tempo dulu (ilustrasi).
Foto: wordpress.com
Peta Kerajaan Aceh tempo dulu (ilustrasi).

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Dalam bagian pertama naskah tersebut, berisi 31 pasal yang setiap pasalnya disebut majelis. “Majelis menurut ejaan Soewandi dapat diartikan sebagai peraturan,” tulis Denys Lombard dalam bukunya, Kerajaan Aceh: Jaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636).

Pasal-pasal pertama dalam bagian ini berisikan tentang kekuasaan dan kewajiban raja, menjelaskan tentang kekuasaan tertinggi kerajaan.

Pasal lainnya juga berisikan peraturan tentang kedudukan para pemimpin perang, penghulu, dan hulubalang, juga tentang para buduanda atau pengawal raja, gelar-gelar kehormatan, juga dijelaskan berbagai larangan bagi hamba.

Bagian ketiga naskah ini berjudul “Adat Majelis Raja-Raja”. Isinya tentang tata tertib upacara-upacara kerajaan, juga keterangan mengenai pegawai kerajaan dan perlakuan istimewa pada upacara yang paling penting.

Di bawah kekuasaannya, Sultan Iskandar Muda juga menerapkan empat cara peradilan, yaitu perdata, pidana, agama, dan niaga. Pada zaman ini diperlakukan cara-cara pemeriksaan dan hukuman yang keras bagi siapa yang bersalah.

Hukuman yang terberat adalah yang disebut dengan ‘ujian Tuhan’, yaitu diberikan hukuman dengan dicelupkan pada minyak dan menjilat besi panas. Namun, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Tsani, hukuman ini dilarang.

Hukuman-hukuman lain yang diterapkan adalah pukulan dengan rotan, membayar denda, menghilangkan sebagian tubuh, dan dipancung. Ini untuk kejahatan yang melanggar hukuman pidana dan perdata.

Sedangkan, untuk mereka yang melanggar hukum agama, ada sebuah pengadilan yang dipimpin oleh seorang kadi. Pengadilan ini didirikan oleh sang sultan agar aturan-aturan akhlak dan perilaku keagamaan yang baik dipatuhi oleh rakyatnya.

“Peraturan ini mengeraskan agama Islam dan menyuruhkan segala rakyatnya untuk sembahyang lima waktu dan puasa ramadhan, dan meneguhkan sekalian mereka itu dari minum arak dan berjudi,” kata Lombard.

Sedangkan, untuk peradilan niaga, di dekat pelabuhan disediakan balai tempat diselesaikan segala perselisihan antara pedagang, baik yang asing maupun pribumi. Pengadilan ini

diketuai oleh orang kaya laksamana atau setingkat wali kota.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement