Selasa 28 Mar 2017 22:53 WIB

Warisan Siak yang Lestari Hingga Kini

Istana Siak
Foto: Kaskus
Istana Siak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selat Malaka merupakan jalur sangat strategis bagi perdagangan antarbenua. Lokasi yang sangat strategis ini membuat wilayah ini banyak dilirik untuk dikuasai oleh berbagai pihak. Setelah beberapa kerajaan besar berdiri di wilayah ini, pasukan kolonial pun ikut berebut kekuasaan di sini.

Guru besar UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Prof Dien Madjid dalam makalahnya yang berjudul “Naskah Kesultanan Siak Sebagai Pintu Gerbang Pembuka Kejayaan Melayu-Nusantara”, mengatakan, Portugis berhasil mendesak dan menghancurleburkan Kerajaan Malaka. 

Namun, Dien mengatakan, mundur atau hancurnya sebuah kerajaan Islam bukan berarti pengaruh Islam juga akan luntur. “Ini justru akan menjadi simultan untuk tersebarnya Islam di tempat lain,” kata dia.

Kesultanan Siak Indrapura merupakan suatu ceruk peradaban Melayu yang terdapat di spot temu kemelayuan nusantara. Berdirinya kerajaan ini amat lekat dengan sejarah Johor dan Malaka, dua kerajaan yang sejak masa lampau memegang estafet kebesaran Melayu.

Masyarakat di wilayah kekuasaan Siak memang sudah ada yang mengenal Islam sebelumnya. Dengan berdirinya sebuah kerajaan yang bernapaskan Islam, membuat kehidupan masyarakatnya semakin Islami.

Raja-raja yang bisa dengan cakap memerintah pun bisa memberikan kesejahteraan pada rakyatnya. Napas Islami pun tertuang dalam bentuk kehidupan masyarakatnya, dari pemerintahan, pendidikan, pakaian, bahasa, juga kesenian tradisionalnya.

Dalam tulisan tentang Kerajaan Siak Sri Indrapura di laman melayuonline, dijelaskan bahwa salah satu bukti kemajuan kerajaan ini yang terlihat menonjol adalah dalam bidang pendidikan.

Kemajuan yang pesat dalam dunia pendidikan pada masa Kesultanan Siak adalah saat diperintah oleh Sultan Said Kasim I (1864-1889). Dialah yang meletakkan fondasi kehidupan modern di Siak.

Untuk menandingi pengaruh Belanda yang mendirikan sekolah tingkat dasar HIS (Hollandsche Inlandsche School), ia kemudian mendirikan institusi pendidikan Islam, yaitu Madrasah Taufiqiyah al-Hasyimiah, yang diperuntukkan bagi anak laki-laki dengan lama pendidikan tujuh tahun.

Sedangkan, sang permaisurinya mendirikan sekolah kepandaian putri yang diberi nama Latifah School. Dibangun juga asrama putri yang diberi nama Istana Limas yang menampung anak-anak yatim piatu yang bersekolah, juga untuk membantu kegiatan istana kerajaan.

Selain itu, didirikan pula Madrasyahtul Nisak sebagai sekolah untuk kaum perempuan dengan lama pendidikan tujuh tahun dan sebuah taman kanak-kanak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement