REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk secepat mungkin mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Jilbab di lingkungan institusi negara.
Menurutnya, pemerintah sudah terlalu lama membatasi kebebasan warga negara Indonesia yang bekerja di lingkungan institusi negara seperti Polri, TNI dan dalam konteks lokal, pelajar-pelajar sekolah di Bali.
Ketua Umum (Ketum) Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Prof. Hj. Tutty Alawiyah, menegaskan Presiden SBY harus secepat mungkin turun tangan dan pro aktif mengesahkan payung hukum yang melindungi kebebasan berjilbab bagi warga negara yang bekerja di institusi negara seperti Polri dan TNI.
"Payung hukum itu dapat berbentuk undang-undang atau peraturan pemerintah (PP). Pasalnya, impian para anggota Polisi Wanita (Polwan) maupun prajurit wanita TNI untuk memakai jilbab sudah terlalu lama dibatasi oleh negara," tegas Prof. Tutty saat dihubungi RoL, Selasa siang (22/4) melalui handphone.
Selain payung hukum di intitusi negara, tutur Tutty, pemerintah pun harus melindungi hak siswi sekolah negeri untuk beribadah dan mengamalkan ajaran agamanya, khususnya siswi Muslimah di Bali dan daerah minoritas umat Muslim lainnya.
Apalagi, ujar Tutty, konstitusi RI tegas sekali dalam melindungi warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing, termasuk menggunakan jilbab bagi Muslimah.
"Jadi, Presiden SBY jangan membuang waktu lagi dan harus secepatnya mengesahkan payung hukum tentang jilbab di institusi negara. Wakil Menteri Agama (Wamenag) pun sangat mendukung usulan ini saat bertemu dengan saya," ujarnya.