Sabtu 05 Apr 2014 15:16 WIB

Mendudukkan Pemikiran Sang Mufasir (1)

Kumpulan kitab Islami dan kitab tafsir (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kumpulan kitab Islami dan kitab tafsir (ilustrasi).

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih     

Ragam karya Quraish didominasi corak tafsir.

Alquran adalah pedoman bagi kehidupan umat Islam. Alquran bukan hanya seonggok tumpukan kertas dengan tulisan arab di dalamnya. Alquran itu mulia karena di dalamnya terdapat petunjuk-petunjuk untuk membuat umat yang membacanya menjadi mulia juga.

Tak semua orang bisa mengetahui petunjuk yang telah ditorehkan dalam kitab suci ini. Alquran perlu dibedah, ditafsirkan, dan dipahami isinya. Di sinilah diperlukan seorang mufasir, ahli tafsir Alquran, yang bisa telaten memahami dan menggali makna Alquran.

Meski Quraish Shihab bukan satu-satunya mufasir di Indonesia, ia mengenalkan metode tafsir yang menjadi embrio penting dalam perkembangan tafsir modern di Indonesia. Ia memberi warna tersendiri dalam dunia tafsir bagi negeri ini.

Dalam bukunya, Profil Para Mufasir Alquran, Saiful Amin Ghofur menuliskan bahwa para mufasir memiliki beragam cara dalam menafsirkan Alquran.

Ada yang menggunakan pendekatan sastra, fikih, tasawuf, dan bahasa. Ada pula yang menggunakan pendekatan sosial. “Banyak model yang digunakan untuk membedah Kalam Ilahi ini,” tulisnya.

Menurutnya, selama ini ada empat metode tafsir yang digunakan untuk membedah kandungan isi Alquran. Yaitu, metode ijmali atau global, tahlili atau analitis, muqarin atau perbandingan, dan maudhu'i atau tematik. Masing-masing memiliki keunggulan sehingga sulit menentukan mana yang terbaik dari keempat metode. “Aplikasinya tergantung kebutuhan,” ujar dia.

Jika kebutuhannya untuk menuntaskan dan mencari jawaban atas sebuah topik permasalahan, paling tepat menggunakan metode maudhu'i. Namun, jika kebutuhannya untuk mengetahui kandungan ayat, metode yang lebih baik dipakai adalah tahlili.

Mahakarya Quraish Shihab, yaitu Tafsir Al-Mishbah, menurutnya, bisa menjelaskan kandungan isi Alquran secara runtut dengan tertib susunan ayat dan surahnya. Ia mampu menulis tafsir Alquran 30 juz dengan sangat akbar dan mendetail hingga 15 jilid.

Sebelum menafsirkan surah, menurutnya, Quraish tak melewatkan pengantar yang meliputi identitas dan variabel dasar, seperti nama surah, jumlah ayat, dengan penjelasan tentang perbedaan penghitungan, tempat turunnya surah tersebut disertai pengecualian ayat-ayat yang tidak termasuk kategori, nomor surah berdasarkan urutan mushaf dan urutan turun, tema pokok, keterkaitan atau munasabah antara surah sebelum dan sesudahnya, dan sebab turunnya surah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement