Selasa 01 Apr 2014 13:41 WIB

Syekh Sulaiman ar-Rasuli, Mereformasi Pendidikan Islam (1)

Syekh Sulaiman ar-Rasuli (tengah).
Foto: Blogspot.com
Syekh Sulaiman ar-Rasuli (tengah).

Oleh: Rosita Budi Suryaningsih

Ulama ini lahir 10 Desember 1871 di Nagari Canduang, Koto Laweh, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Namanya adalah Muhammad Sulaiman bin Muhammad Rasul.

Ia dikenal dengan nama Sulaiman ar-Rasuli. Ada pula yang memanggilnya dengan sebutan "Inyiak Canduang". Inyiak dalam bahasa Minang berarti kakek atau yang dituakan karena ia menguasai ilmu yang tinggi.

Ia terlahir dari keluarga ulama. Ayahnya bernama Angku Mudo Muhammad Rasul dan ibunya Siti Buliah. Kakeknya juga seorang ulama yang disegani di kampungnya. Dengan lingkungan keluarga seorang ulama, membuatnya sudah akrab dengan pendidikan agama sejak kecil.

Ia juga berguru pada beberapa  ulama terkemuka di Sumatra Barat, antara lain, Syekh Muhammad Arsyad bin Syekh Abdurrahman al-Khalidi di Batu Hampar, Syekh Abdussamad Tuanku Samiak Ilmiyah di Agam, Tuanku Kadi Salo, Syekh Mohammad Ali Tuanku Kolok di Kabupaten Tanah Datar, dan Syekh Abdullah Halaban.

Pada 1903, ia pergi ke Makkah untuk berhaji dan menuntut ilmu ke beberapa ulama terkemuka  selama 3,5 tahun. Ulama yang menjadi gurunya, di antaranya, adalah Syekh Ahmad Khatib, Syekh Mukhtar 'Atharad as-Shufi, Syekh Usman al-Sirwaqi, Syekh Muhammad Sa'id Mufty al-Syafe'i, Syekh Nawawi Banten, Syekh Ali Kutan, Syekh Ahmad Muhammad Zain al-Fathani, Said Ahmad Syatha al-Maki, Said Umar Bajaned, dan Said Babasil.

Lama menimba ilmu agama, membuatnya ahli dalam ilmu fikih. Sepulangnya dari Makkah, ia konsisten mengajarkan Mazhab Syafi'i dan mempertahankan iktiqad ahl al-sunnah wa al-jamaah. Ia dicintai oleh murid-muridnya yang diajarnya secara mandiri di Surau Baru Canduang.

Selain cara mengajarnya yang membuat para murid terkagum-kagum dalam penguasaan ilmu, kemampuannya dalam ilmu agama membuat kawan-kawannya sesama ulama, termasuk ayah Buya Hamka, menghormatinya.

Ia juga selalu memegang sikap demokratis dan terbuka pada ide baru yang positif. Salah satunya adalah ide untuk melakukan pola belajar ilmu agama. Metode belajar secara halaqah, diubahnya menjadi model belajar baru. Tepatnya pada 1926, surau tempatnya mengajar berganti menjadi sebuah Madrasah Tarbiyah Islamiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement