REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penundaan jadwal pemberangkatan jama'ah umroh dan haji asal Indonesia oleh maskapai Saudi Airlines dinilai sebagai peristiwa sangat tragis.
Keprihatinan ini diungkapkan Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr. KH. Anwar Abbas, saat dihubungi Republika pada Senin petang (24/3) melalui layanan pesan singkat.
"Peristiwa ini sangat tragis karena jamaah umroh gagal berangkat akibat tidak bisanya pesawat Saudi Airlines menerbangkan mereka tepat pada waktunya," tutur Anwar Abbas.
Walaupun jamaah umroh itu mendapatkan akomodasi hotel dari pihak perusahaan penerbangan sampai waktu keberangkatan, lanjut Anwar Abbas, tapi hal itu tidak dapat menyelesaikan masalah karena pihak penyelenggara umroh tidak sanggup memberangkatkan mereka.
Apalagi akomodasi yang sudah mereka bayar dan pesan untuk jamaah sudah hangus, papar Anwar Abbas, dan kalau mereka tetap memberangkatkan jamaahnya, maka harus membayar kembali biaya akomodasi itu.
Hal ini jelas sangat memberatkan bagi pihak penyelenggara, tutur Anwar Abbas, akibat kesalahan dari pihak perusahaan penerbangan. Itu sebabnya, untuk melindungi pihak jamaah, harus ada kesepakatan antara pihak penerbangan dan penyelenggara umroh.
Khususnya, jelas Anwar Abbas, kesepakatan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing pihak bila terjadi kegagalan terbang.
Selain itu, terang Anwar Abbas, perlu ada kepastian bagi pihak penyelenggara untuk mengasuransikan jamaahnya, termasuk mengasuransikan kegagalan terbang, agar jamaah tidak dirugikan.
"Saat ini kita lihat, kecendrungannya, yang akan menanggung resiko kerugian adalah para jamaah. Hal ini jelas tidak adil. Memikulkan semua beban ini kepada pihak penyelenggara umroh pun juga tidak adil," tegas Anwar Abbas yang juga Wakil Sekretaris Jenderal (Wsasekjend) Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Dengan demikian, pungkas Anwar Abbas, diperlukan terobosan-terobosan agar kepentingan jamaah dan pengusaha umrah terlindungi.