Jumat 21 Mar 2014 16:28 WIB

Memahami Makna Batin Alquran: Sirath al-Mustaqim (5)

Ilustrasi
Foto: Wodpress.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Sebaliknya, jika ia ditimpa kemalangan dan kekecewaan, seperti ditimpa musibah dan kecelakaan, ia tetap stabil dan berusaha memelihara senyum di wajahnya.

Karena, ia yakin sebesar apa pun musibah itu pasti tetap berada di dalam jangkauan daya dukung hamba-Nya. Ia yakin tidak ada cobaan Tuhan di dunia ini di luar batas kemampuan daya dukung hamba-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam ayat.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir’. (QS al-Baqarah [2]:285).

  

Cara efektif untuk mempertahankan diri di atas rel shirath al-mustaqim, dalam perspektif tasawuf ialah mengintrodusir dua sifat utama.

Pertama sifat qanaah, yaitu merasa cukup terhadap apa yang ada pada dirinya, tidak menggunakan standar hidup orang lain di dalam menjalani kehidupannya. Kedua, sifat istikamah, yaitu konsisten mempertahankan prinsip hidup yang telah dicanangkan semula, tanpa terpengaruh oleh godaan seberat apa pun.

Jika dalam hidupnya mendapatkan cobaan berupa keberuntungan dan kenikmatan hidup, yang memungkinkan dirinya naik ke atas, maka ia juga harus mengintrodusir dua sifat utama. Pertama, sifat as-syukr, yaitu kesadaran untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan perhatian dan bantuan.

Ia selalu sadar bahwa segala bentuk kesenangan yang datang dari Allah SWT selalu ada bagian orang lain melekat di dalamnya, tidak boleh dimonopoli. Ia selalu sadar bahwa  semakin mudah kita memberi semakin mudah pula kita diberi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement