REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yeyen Rostiyani
Kementerian Agama (Kemenag) optimistis RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji menjadi undang-undang pada 2014.
“Jika lolos, akan menjadi milestone penyelenggaraan haji,” kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Anggito Abimanyu di Cirebon, Jabar, Selasa (4/3).
Melalui undang-undang tersebut, Kemenag berwenang menginvestasikan dana haji yang merupakan setoran ongkos haji.
Nantinya, dana itu dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), sebuah badan pemerintah bersifat nirlaba, namun korporatif.
BPKH dibentuk paling lambat setahun setelah ratifikasi undang-undang. Menurut Anggito, dana yang ada diinvestasikan secara syariah.
Bisa dalam bentuk sukuk atau instrumen syariah lainnya yang diterbitkan oleh korporasi, salah satunya surat berharga syariah.
Investasi pun dapat berjalan melalui pembelian emas batangan. “Dalam jumlah besar, kita bisa saja membeli pesawat, membangun rumah sakit, asrama haji, dan lainnya,” ujar Anggito. Ia mengungkapkan, selama ini Kemenag tak bisa berinvestasi.
Sebab, aturannya hanya Kementerian Keuangan yang berhak melakukan kegiatan tersebut. Karena itu, kalau RUU tentang Pengelolaan Keuangan Haji disahkan, terjadi perubahan besar. Dengan adanya BPKH, Kemenag tak lagi mengelola keuangan haji.
Selanjutnya, Kemenag fokus pada regulasi terkait pembinaan dan pelayanan haji. Menurut Anggito, dana kemudian dialihkan dari kas haji ke kas BPKH.
Mereka juga menyampaikan laporan berkala kepada menteri agama. BPKH menggunakan satuan hitung mata uang rupiah.
Ia menambahkan, dana haji yang selama ini disimpan di giro rencananya dikurangi karena termasuk dana murah. Nanti, dana itu lebih banyak ditempatkan di deposito dan sukuk. “Penyimpanan ke dalam giro dibatasi hanya Rp 10 miliar.”
Jika lebih dari jumlah itu, secara otomatis dialihkan ke deposito. Saat ini, jelas Anggito, Kemenag sedang berupaya mendapatkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia. Imbal hasil dari penyimpanan dana dialokasikan untuk biaya tak langsung haji.
Misalnya, biaya di embarkasi, sebagian katering, transportasi, asuransi, serta biaya masuk Arafah dan Mina. Dengan kata lain, uang dikembalikan kepada jamaah haji dalam bentuk pelayanan.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, draf RUU Pengelolaan Keuangan Haji sudah ada di tangan.
Namun, Komisi VIII masih menunggu naskah kajian akademisnya. “Sampai saat ini, kami belum mendapatkannya dari Kemenag,” katanya.
Ia menerangkan, pemerintah dan DPR telah menyepakati dua RUU terkait haji yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. Dua RUU tersebut adalah RUU Pengelolaan Ibadah Haji dan RUU Pengelolaan Keuangan Haji.
RUU Pengelolaan Ibadah Haji sudah disepakati untuk merevisi dan menyempurnakan Undang-Undang Penyelenggaraan Haji Nomor 13 Tahun 2008. Sedangkan, RUU Pengelolaan Keuangan Haji, ungkap Ledia, saat ini drafnya sudah ada di DPR.
Komisi VIII mengusulkan dua RUU itu digabung dengan nama RUU Pengelolaan Ibadah Haji. Hal paling penting dalam RUU Pengelolaan Ibadah Haji yang diusulkan pemerintah adalah pemisahaan pengelolaan dana haji dari Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.