Kamis 09 Jan 2014 13:59 WIB

Ini Alasan Perlu Mewaspadai Kehalalan Gelatin

Pameran Indonesia International Halal Expo (Indhex) 2013 di Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Pameran Indonesia International Halal Expo (Indhex) 2013 di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, Hadirnya produk impor di Indonesia yang kehalalannya masih meragukan, ternyata banyak diminati konsumen Indonesia. Setuju atau tidak, kenyataan ini terjadi akibat masih rendahnya apresiasi konsumen kita terhadap produk-produk tersebut. Sebagian pertimbangan yang kerap mereka pakai sebagai dasar mengapa mereka memilih untuk mengkonsumsi produk tersebut, hanyalah soal harganya yang murah. 

Tentu saja, pertimbangan harga, meski tetap menjadi salah satu acuan, namun sepatutnya bukan menjadi pertimbangan utama. Lebih-lebih bagi masyarakat Muslim, terpenuhinya unsur halal dalam produk itu, seharusnya menjadi alasan utama mengapa mereka harus membeli produk tersebut dan harga adalah soal berikutnya. 

Harapan ini, tentu saja, sulit diwujudkan bila informasi menyangkut apa saja yang harus diperhatikan dalam memilih produk halal tak pernah disosialisasikan pada publik. Dan karenanya, mengenal beberapa unsur pokok untuk menilai apakah suatu produk halal atau tidak dikonsumsi, mungkin kita perlu mencermati beberapa bahan yang kerap digunakan dalam pembuatan penganan instan. Misalnya, gelatin. 

Gelatin adalah bahan pangan yang menurut LP-POM MUI patut dicurigai kehadirannya. Ini karena gelatin kerap bisa dikategorikan sebagai bahan yang bersifat subhat. Jadi selama belum ada keterangan yang menjelaskan sumber gelatin tersebut, maka seorang Muslim diwajibkan untuk meninggalkannya. Selama ini, berbagai sumber yang kerap digunakan atau menghasilkan gelatin adalah sapi, babi, dan ikan. 

Untuk sapi, kulit dan tulangnya dapat menjadi sumber bahan mentah bagi pembuatan gelatin. Sedangkan babi dan ikan, hanya bagian kulitnya saja yang bisa dijadikan sumber bahan mentah pembuatan gelatin. Yang menjadi alasan mengapa gelatin perlu diwaspadai adalah karena sebagian besar gelatin adalah produk impor. Dan kebanyakan importir gelatin itu, ironisnya adalah negara-negara yang mayoritas masyarakatnya adalah Muslim, seperti Indonesia. 

Pembuatan gelatin pada prinsipnya adalah pemanfaatan limbah rumah pemotongan hewan (RPH). Repotnya, RPH di negara yang masyarakat Muslimnya minoritas, RPH merupakan hal yang khusus. Mereka hanya akan menyembelih hewan dengan prosedur yang halal, bila daging hewan tersebut akan diekspor ke negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. 

Dengan kata lain, mereka hanya akan menerapkan proses penyembelihan yang halal berdasarkan pemesan pelanggan. Sehingga terbuka kemungkinan dalam kurun waktu tertentu, RPH tersebut tidak memotong hewan dengan menggunakan prosedur halal. Kondisi inilah yang menjadi akar persoalan munculnya keraguan atas kejelasan status hukum menyangkut gelatin. 

Sebagai contoh, jika para produsen gelatin mengklaim bahwa produknya adalah gelatin sapi, boleh jadi pernyataan itu benar. Hanya saja, apakah sapi (kulit dan tulangnya) tersebut disembelih dengan cara yang halal, itu yang mesti dipastikan kembali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement