REPUBLIKA.CO.ID,
Jamaah harus diikutkan dalam evaluasi penyelenggaraan haji.
JAKARTA -- Kementerian Agama melakukan evaluasi penyelenggaraan haji 2013. Direktur Pelayanan Haji Kemenag Sri Ilham Lubis mengatakan, evaluasi haji pekerjaan tidak kalah penting. Salah satunya mengenai layanan plus yang diberikan beberapa daerah kepada jamaah.
Ia mengaku, layanan tambahan dari beberapa daerah kontribusinya positif. "Namun, ada layanan plus lain yang perlu dikaji ulang dan diatur kembali," ujar Sri, di Jakarta, Selasa (19/11). Dampak positif layanan plus misalnya transportasi daerah asal ke bandara embarkasi.
Menurut dia, itu sudah bagus. Tapi, perlu pembenahan transportasi lokal di Mekkah oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Sebab, sebenarnya transportasi di kota itu tanggung jawab Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi.
Sayangnya Pemda DKI juga melakukan kontrak sendiri dengan pihak organda setempat. Ini juga menimbulkan permasalahan.
Sebab, jelas Sri, kontrak umumnya hanya dilakukan misi haji dari sebuah negara. Dampaknya, layanan transportasi ini memicu rasa diskriminasi.
Jamaah dari daerah lain merasa tak diperhatikan. Padahal, transportasi itu layanan tambahan dari DKI Jakarta.
"Inilah yang menjadi kekhawatiran,’’ jelas Sri. Layanan lainnya pun bisa menimbulkan masalah dalam penyelenggaraan haji.
Ia menyebut soal katering tambahan bagi jamaah. Khususnya jamaah asal DKI Jakarta, Lampung, Bogor, dan Medan.
Dari pantauan kementerian, jelas Sri, pemberian katering dari pemerintah daerah melahirkan kecemburuan. Tentu saja dari jamaah asal daerah lainnya.
Wacananya, mungkin diatur ulang. Sri mengatakan, katering bisa saja diberikan dalam bentuk uang. Alternatif lainnya, tambahannya adalah makanan kering saja. Masalah transportasi, mestinya juga diserahkan sepenuhnya ke pemerintah pusat.
Sekjen Kemenag Bahrul Hayat meminta evaluasi haji agar disegerakan. Untuk layanan tambahan dari pemerintah daerah, memang perlu dikaji.
Jadi, kelak tak terjadi perbedaan pelayanan yang mencolok dari jamaah haji daerah. Karena ini akan menjadi diskriminasi.
Sedangkan aturan di Saudi hanya membuka satu pintu kontrak kerja sama haji hanya dengan negara bukan masing-masing provinsi, termasuk haji plus. Perlu dipikirkan oleh pemerintah daerah, layanan positif apa yang tak menyudutkan jamaah daerah lain.
Lebih bijak pula bila pemerintah daerah menggunakan anggaran daerah, seperti disarankan Kementerian Dalam Negeri. Bahrul menyatakan, Kementerian Agama dan pemerintah daerah harus duduk bersama.
Ia juga memberi catatan perlunya peningkatan pengetahuan jamaah atas ritual haji. "Manasik nantinya perlu standardisasi pelatih dan pelaksanaan pelatihan bagi pemahaman yang baik bagi jamaah," terangnya.
Sementara itu, Ketua Rabithah Haji Indonesia Ade Marfuddin menegaskan, evaluasi haji 2013 harus melibatkan berbagai pihak yang terkait. ‘’Hal ini penting agar klaim-klaim yang disampaikan pemerintah bisa dilihat kebenarannya,’’ ujar dia.
Ade meyakini walaupun pemerintah sudah mengklaim penyelenggaraan haji tahun ini cukup baik, tapi ada catatan yang luput. Ia juga meminta layanan tambahan dari daerah harus diatur kembali agar tak melahirkan kecemburuan.
Masalah pemahaman jamaah dalam manasik haji juga perlu menjadi penekanan. Selama ini, kata dia, penguasaan jamaah haji terhadap pelaksanaan rukun dan wajib haji masih minim. "Kalau melihat aturan main manasik hanya tujuh kali, tapi apakah tujuh kali itu cukup?’’
Padahal, jelas Ade, banyak jamaah yang bahkan sudah manasik tujuh kali pun belum memahami pelaksanaan haji yang baik.
Hal lain yang menjadi sorotannya adalah penundaan penerbangan pesawat. Kerap jadwal pemberangkatan dan pemulangan tertunda.
Menurut dia, pemerintah mesti meminta masukan dari jamaah. Khususnya dari jamaah haji reguler. Sebab, merekalah yang selama ini merasakan layanan haji dari pemerintah.