Sabtu 02 Nov 2013 11:10 WIB

Hijrah, Menuju Bangsa yang Beradab

Rep: erdy nasrul/ Red: Damanhuri Zuhri
Perilaku Korupsi/ilustrasi
Foto: rep
Perilaku Korupsi/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,

Tanpa hijrah yang masif, Indonesia hanya berjalan di tempat.

Dalam konteks berbangsa dan bernegara, hijrah juga mendesak dilakukan. Hijrah yang dimaksud, kata Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nasir, adalah proses transformasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya secara masif.

Tujuan hijrah tersebut, bagi bangsa Indonesia, adalah keluar dari problem kebangsaan, seperti korupsi dan politik tidak beretika. Indonesia harus menata kembali kehidupannya menjadi adil, makmur, bermartabat, serta berdaulat.

Menurutnya, kedaulatan Indonesia harus dibuktikan dengan kemampuannya untuk mengelola sumber daya alamnya sendiri. Indonesia harus berdikari, tidak lagi bergantung pada asing.

Sumber daya manusia Indonesia sangat luar biasa. Namun sayangnya, diinjak-injak, tidak diakui, bahkan dimusuhi bangsanya sendiri.

Haedar menyatakan, hijrah masif ini bertujuan untuk mencapai pencerahan. Kegelapan yang paling menghantui dan menggelapkan Indonesia adalah korupsi.

Bayangkan, jelasnya, aset dan fokus membangun bangsa ini habis karena harus memberantas korupsi yang dilakukan bangsa sendiri.

Pelakunya adalah segelintir orang yang mengisap kekayaan negara untuk kepentingan sedikit orang, yang dirugikan adalah masyarakat luas.

Haedar menyatakan, tanpa adanya hijrah masif ini, Indonesia hanya berjalan di tempat. Tidak ada perubahan berarti. Bangsa ini hanya akan terus-menerus dihantui korupsi.

Menurutnya, hijrah masif dapat dilakukan pertama kali dengan berpedoman kepada akidah yang benar. Akidah seperti itu bukanlah yang materialistis. Bukan pula yang pragmatis.

Akidah yang benar hanya akan terwujud apabila masyarakat beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan Pancasila. Akidah seperti itu akan menyatukan pandangan untuk maju. Akidah tersebut akan membawa masyarakat hidup berdampingan.

Sikap hidup nantinya akan terbentuk. Masyarakat tidak lagi berpaku kepada materi. Mereka akan berpedoman kepada idealisme besar, mengubah bangsa ini menjadi lebih baik. Harapannya, keturunan mereka nantinya akan membawa bangsa ini menjadi lebih baik.

Kedua, Haedar menyatakan harus ada perubahan sistem. Bangsa ini berpedoman kepada sistem yang berpenyakit kronis. Terlalu banyak celah untuk mengakali negara ini. Sistem harus dibuat maksimal sehingga hanya mengarahkan Indonesia kepada kemajuan.

Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Marsudi Syuhud menyatakan, kondisi ini mengharuskan Indonesia berhijrah. Kaidah berhijrah, menurutnya, adalah keluar dari kebobrokan menuju kebaikan. “Indonesia harus keluar dari korupsi menuju negara yang bebas korupsi,” katanya saat dihubungi, Selasa (29/10).

Indonesia harus berubah dari negara sarang peredaran gelap narkoba menjadi negara yang memerangi narkoba. Pemudanya harus bermental baja sehingga tidak mau dan menentang keras narkoba.

Marsudi menjelaskan, masyarakat Indonesia harus mengingat sejarah hijrah Rasulullah. Ketika itu, hijrah dilakukan dengan semangat membara untuk perubahan.

Targetnya adalah menjadikan Islam sebagai sistem kehidupan yang diterima masyarakat luas. Rasulullah kemudian berhijrah ke Madinah. Kota tersebut menerima Rasulullah beserta pengikutnya. Mereka semuanya memeluk Islam.

Ketika itulah, Islam membentuk sistem kehidupan. Piagam Madinah lahir sebagai peraturan perundang-undangan. Semua masyarakat, baik Muslim maupun non-Muslim, apa pun sukunya, harus saling menghormati. Mereka harus hidup berdampingan. Ketika itu, musuh yang harus diperangi adalah satu, yaitu yang melanggar piagam Madinah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement