REPUBLIKA.CO.ID,
Program pemberdayaan pemuda yang dicanangkan pemerintah dinilai tidak berhasil.
JAKARTA -- Hari Sumpah Pemuda yang diperingati pada Senin (28/10) membuat para pemuda harus mengintrospeksi diri. Islam dianggap sebagai tuntunan yang tepat bagi para pemuda untuk menjalani kehidupannya.
Juru Bicara Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Iffah Ainur Rochmah menyatakan keprihatinannya ketika melihat banyak pemuda Indonesia yang belum kembali ke jalan yang benar, yaitu Islam.
“Jumlah pemuda Indonesia itu sangat besar, berdasarkan data Biro Pusat Statistik tahun ini jumlahnya mencapai 62,6 juta jiwa. Kita harus melindungi dan meluruskan jalan mereka,” katanya pada Republika, Senin (28/10).
Para pemuda ini, menurutnya, adalah masa depan bangsa. Apakah akan semakin maju atau justru hancur berantakan. Melongok apa yang terjadi sekarang, kondisi pemuda membuat miris.
Setiap harinya ada peningkatan jumlah pemuda yang tersandung masalah narkotika, seks bebas, dan beragam tindakan kriminal lainnya.
Ribuan anak muda terancam dikeluarkan dari sekolahnya dan banyak anak perempuan yang menjadi korban eksploitasi seksual dan fisik. Eksploitasi ini terus berlanjut hingga ke jenjang institusi pekerjaan.
“Ini adalah bukti lemahnya sistem yang ada sekarang yang tidak bisa mengakomodasi potensi para pemuda dan gagal memberikan sarana yang tepat untuk menyiapkan mereka sebagai pemimpin bangsa ke depannya nanti,” katanya.
Sistem yang salah ini, menurutnya adalah kapitalisme yang mengakar hingga merongrong prinsip demokrasi yang menjadi pegangan bangsa. Kapitalisme hanya menghasilkan degradasi moral, penderitaan, dan kemiskinan.
Program pemberdayaan pemuda yang dicanangkan pemerintah pun, menurut Iffah, hasilnya mengarah pada hal yang tidak diharapkan.
Seharusnya, bisa mencetak pemuda yang cerdas, jujur, dan menginspirasi. Tapi, yang terjadi sekarang adalah anggaran negara pun melayang pada program yang tidak jelas.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, HTI mengusulkan agar pemerintah membuat progam yang tepat bagi para pemuda.
Selain itu, menolak adanya sistem kapitalisme yang membuat negara kini tak bisa menyediakan sarana pendidikan yang memadai bagi anak bangsa yang cerdas, tapi kurang menjangkau dalam masalah ekonominya. Terakhir, adalah Islam dijadikan pegangan dalam segala hal, termasuk untuk mencetak generasi yang lebih baik.
Kekhawatiran yang sama diungkapkan organisasi kepemudaan Islam lainnya yang tergabung dalam Cipayung Plus.
Mereka dalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI).
Ketua PB PMII Addin Jauharuddin menyatakan realitas kebangsaan kita saat ini banyak mengalami distorsi paradigma.
Berbagai macam masalah kebangsaan menjadi tontonan gratis di layar kaca tanpa proteksi yang justru berimplikasi terhadap pembentukan karakter masyarakat Indonesia saat ini.
“Kekacauan yang dimaksud banyak terjadi di berbagai sisi kehidupan baik konflik yang diakibatkan karena perbedaan pandangan politik ataupun karena tidak adanya jaminan hukum,” katanya.
Oleh karena itu, Cipatung Plus menilai, perlunya perbaikan di empat bidang, yakni politik, hukum, ekonomi, dan budaya.
Khusus di bidang ekonomi, Ketua DPP IMM Jihadul Mubarok mengusulkan agar pemerintah membuka ruang partisipasi masyarakat dan pemuda melalui sistem ekonomi berbasis komunitas.
Selain itu, sangat mendesak pemerintah untuk membuka industri di luar jawa, mengurangi ketergantungan impor, dan mendorong ekspor.
Ketua KMHDI Made Bawayasa menganggap perlindungan terhadap kelompok minoritas juga harus diutamakan.
Selain itu, harus ada ketegasan dalam hak paten terhadap kebudayaan Indonesia agar tidak dicuri lagi oleh bangsa lain. Dengan begitu, pemuda Indonesia di masa datang masih dapat berbangga dengan keragaman budaya bangsa.