Jumat 21 Jun 2013 11:10 WIB

Alquran Road Trip NTT: Perjalanan Menebar Hidayah di Pulau Terpencil

Tim Alquran Road Trip  NTT
Foto: bwa
Tim Alquran Road Trip NTT

REPUBLIKA.CO.ID,  Betapa bahagianya masyarakat desa muslim di Nusa Tenggara Timur (NTT) menyambut kedatangan tim Alquran Road Trip Badan Wakaf Alquran (BWA), yang membawa 2.500 mushaf kitab suci untuk mereka.

Suasana penuh kegembiraan dan keharuan tersebut dirasakan tim BWA sepanjang tiga hari lamanya, pada Kamis-Ahad (16-19/5) baru lalu. Selama tim BWA berkeliling membagi-bagikan Alquran, terlihat antusiasme masyarakat dari anak-anak sampai kakek-nenek.

“Alhamdulillah baru kali ini kami mendapatkan Alquran sebanyak ini untuk desa kami,” ungkap Lageno, Kepala Desa Pulau Madu, Nusa Tenggara Timur, yang terlihat sangat haru dan bahagia saat menerima 500 mushaf Alquran dari BWA yang tiba di pulau itu pada Jum’at (17/5) pagi.

Sejak keberangkatan tim pada selasa (14/5) pukul 5 pagi dari Jakarta, Tim Alquran Road Trip  NTT beberapa kali transit di Kupang dan Larantuka, NTT. Di Larantuka, dari pelabuhan Pante Palo Larantuka, tim harus menggunakan perahu motor kecil, menyebrangi lautan, ke pelabuhan Tanah Merah, pulau Adonara.

Di Pelabuhan Tanah Merah, Mobil Truck besar yang biasa digunakan masyarakat Adonara, menanti kedatangan tim. Di komandoi Ustadz Arifudin Anwar, Partner lapang BWA di NTT, kami menjelajahi Adonara dengan jalan penuh lubang dan cukup terjal berbatu.

Tim beristirahat sejenak di pondok pesantren Ikhwatul Mukminin pimpinan Ustadz Arifudin Anwar dan mulai membagikan Alquran pukul 13.00 waktu setempat. “Kami berangkat menyusuri pulau Adonara, mengunjungi Masjid dan TPA yang jaraknya antara tempat yang satu dengan yang lain berkisar 7 – 10 km,” ungkap Alimudin Baharsyah, salah seorang anggota tim BWA.

Walau kondisi jalan dan akses yang sangat jauh tersebut tim mampu mengunjungi  tujuh lokasi, yakni ke desa Wuhung, Lambunga, Pepe Geka, Witihama, Pledo dan Bele. Apalagi, tambah Alimudin, daerah tersebut tidak terdapat satupun kendaraan umum.

“Bagaimana mereka dapat mengakses Alquran dan ilmu pengetahuan?” tanya Ali kepada rombongan.

“Alhamdulillah, meski sulit umat Islam tetap bertahan disini,” ujar Khairul, salah satu ustadz yang mengajar di pondok pesantren Ikhwatul Mukminin. Islam, lanjut Khairul, berasal dari kerajaan Islam Bima di Makassar.

 Khususnya masyarakat pesisir pantai, kebanyakan adalah muslim yang pada waktu itu lebih dikenal dengan sebutan PANJI (Pasukan Jihad Islam). Sementara non muslim, hidup di daerah pegunungan, mereka biasa dikenal dengan istilah Demon.

Napak Tilas Tiga  Pulau Bekas Kesultanan Islam

Pulau Madu merupakan salah satu pulau yang dihuni mayoritas muslim namun terisolasi kehidupannya. Meski potensi lautnya kaya dengan ikan tuna, namun masyarakat hanya menjadikannya sebagai kebutuhan lauk makan saja. Keterbatasan pengetahuan dan teknologi, membuat mereka lebih mengandalkan hasil dari bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

Masyarakat yang terisolasi ini, sangat senang dengan kedatangan kami yang berkunjung ke tempat  mereka. “Tampak sekali sambutan khas masyarakatnya. Mereka menjabat erat tangan kami serta sapaan yang hangat sekali,” tutur Alimudin. Siapapun yang datang, katanya, pasti akan disambutnya dengan suka cita.

“Biasanya kami hanya mendapatkan Al Quran kalau musim kampanye saja. Paling banyak Cuma 5 mushaf Al Quran, itupun ada gambar calegnya,” cerita salah seorang warga kepada tim. Cukup setengah hari di pulau Madu, perjalanan dilanjutkan ke pulau Bonerate.

Bonerate, merupakan pulau dengan penduduk mayoritasnya Muslim. Masyarakat yang menerima islam dari suku Bugis dan kesultanan Buton ini memiliki profesi yang menakjubkan, yakni ahli dalam membuat kapal. Dan hebatnya lagi, kapal yang diproduksinya tanpa rancangan gambar dan desain.

“Banyak sudah dari berbagai pulau-pulau di Indonesia yang telah memesan kapal kepada kita. Kapal kayu yang kami buat ini ada yang berbobot mati hingga 500 ton,” ungkap salah seorang warga kepada Alimudin.

Tiba di Bonerate pukul 16.00 waktu setempat, tim melanjutkan aktivitas pada esok harinya.  Melalui Aziz, salah seorang warga dan kepala desa Bonerate, tim dengan lancar dan sukses membagikan 1.000 Mushaf Alquran di sana.

“Bahkan acaranya cukup meriah, masyarakat menjamu kami dengan makan siang bersama layaknya hajatan,” ujar  Alimudin. Setelah ramah tamah tersebut, tim kembali lagi ke pulau Adonara.

Alquran Road Trip NTT pun berakhir di pulau Adonara pada Ahad (19/5). Sebagai acara penutup, di halaman Pondok Pesantren Ikhwatul Mukminin digelar acara Tabligh Akbar. Tausiah yang disampaikan oleh Ustadz Hari Moekti ini disambut oleh sekitar 250 warga yang datang berbondong-bondong memadati lokasi. Setelah acara selesai, tim BWA kembali membagi-bagikan sejumlah mushaf Alquran.

“Alhamdullah, kita bisa menjejakan kaki di Adonara, menurunkan Alquran, amanah dari para wakif. Kita juga membagikan karpet masjid, sajadah, yang di iringi ibu-ibu pengajian. Subhanallah, ini merupakan hal yang menggembirakan bagi masyarakat Adonara,” pungkas ustadz Hari, menutup perjalanan Alquran Road Trip BWA kali ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement