REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Nashih Nashrullah
Tak sedikit perempuan dikarunia daya intelektualitas yang kuat.
Perbincangan perihal topik ini tetap saja menarik. Pasalnya, hingga saat ini masih ada sebagian kecil kalangan yang beranggapan bahwa perempuan tidak memiliki kesempurnaan akal. Anggapan tersebut kemudian kerap dijadikan sebagai legitimasi untuk merendahkkan kaum Hawa. Bahkan, digunakan pembenaran melakukan aksi kekesaran terhadap perempuan.
Ada banyak upaya untuk menguraikan topik ini. Dari sekian usaha itu, sebuah analisis yang empatik diutarakan oleh cendekiawan ternama asal negeri piramida, Mesir, Syekh Muhammad Mutawwali. Uraiannya tersebut tertuang dalam karyanya yang sangat apik dan bertajuk Fiqh al-Mar'ah al-Muslimah.
Menurut tokoh kelahiran Daqahlia, 16 April 1911 M, itu, pangkal diskusi perihal sempurna atau tidaknya akal perempuan itu merujuk pada beberapa sabda Rasulullah SAW. Salah satunya, hadis riwayat Bukhari Muslim berikut, “Perempuan itu kurang akal dan agama.”
Makna hadis itu pada hakikatnya tidak berarti merendahkan derajat perempuan. Malah sebaliknya, tersimpan seruan tersirat supaya menghormati dan memuliakan perempuan. Secara biologis, perempuan memang diciptakan tak sekuat laki-laki. Karena itu, kewajiban dan tanggung jawab nafkah ada di pundak lelaki.
Sering kali, sebut Syekh Mutawalli, perempuan lebih mengedepankan perasaan. Memang betul, tetapi itu bukan pertanda akal yang dimiliki lemah. Justru, kepekaan perasaan itu adalah keistimewaan yang dimiliki perempuan.
Hal itu sesuai tugas dan perannya dalam keluarga, yakni mengasuh dan mendidik anak. Pengasuhan anak butuh rasa kasih sayang dan curahan hati. Di usia balita, kebutuhan kasih sayang itu lebih mendesak dibandingkan asupan logika dan rasionalitas.
Siapa pun, kata alumnus Al Azhar Mesir itu, yang memakai hadis di atas untuk pembenaran meremehkan perempuan, ia salah besar. Bagaimanapun, Allah SWT telah menciptakkan laki-laki dan perempuan dengan kelebihan dan keistimewaan masing-masing.
Kemampuan rasionalitas laki-laki membantunya memaksimalkan kinerja dalam mencari nafkah. Bisa dibayangkan, jika seorang laki-laki lebih mengedepankan perasaan. Maka, akan cukup mengganggu pola pencarian nafkah. Kemampuan berpikir logik ini pula yang mestinya mendorong sikap arif dan bijak laki-laki kala memegang peran sebagai kepala keluarga.
Ada rahasia Allah di balik pembagian secara proporsional potensi bagi tiap manusia. Kelebihan dan kekurangan itu akan saling melengkapi. “Intelektualitas unggul dan kepekaan perasaan nyaris tak pernah dimiliki seseorang secara bersamaan,” kata Syekh Mutawalli.
Namun, tak sedikit pula perempuan memiliki tingkat intelektualitas melebihi lawan jenisnya. Ini, antara lain, ditegaskan dalam kisah Ummu Salamah binti as-Shiddiq. Rasulullah memerintahkan para sahabat meminta saran dan ide dari perempuan berpipi merah itu saat peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Masukan Ummu Salamah sangat menentukan dalam sejarah awal mula perkembangan Islam melalui Perjanjian Hudaibiyah.