REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr Muhammad Hariyadi MA*
Rasulullah SAW menginformasikan kepada kita mengenai tiga ciri orang munafik, yaitu: mayoritas pembicaraannya mengandung kebohongan, kebanyakan janjinya tidak ditepati, dan jika dipercaya berkhianat.
Dewasa ini tiga sifat tersebut menjadi penyakit sosial yang akut di masyarakat, sehingga kebohongan, tidak menepati janji dan berkhianat merupakan pemandangan umum yang dapat kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan di kalangan anak didik, tidak terasa lagi adanya beban psikologis pada saat anak-anak berbohong dan meninggalkan komitmen yang seharusnya dipegang teguh dalam melakukan berbagai tugas pendidikan.
Allah SWT mengeksplorasi di dalam Alquran akan bahaya sifat kemunafikan dan beban psikologisnya yang negatif. Melalui sebelas ayat yang sebelas ayat yang beruntun (QS. Al-Baqarah 8-20), Allah SWT menjelaskan kondisi psikologis orang-orang munafik tersebut, di antaranya:
Pertama, mereka adalah pribadi yang sifat kepribadian internalnya bertentangan sebab apa yang mereka ungkapkan berbeda dengan apa yang mereka yakini, oleh sebab adanya kepentingan pribadi dan duniawi yang ingin mereka capai. Allah SWT berfirman: "Dan di antara manusia ada yang berkata: "Kami beriman kepada Allah dan hari akhir," padahal sesungguhnya mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari." (QS. Al-Baqarah: 8).
Kedua, mereka adalah pribadi yang cara berpikirnya kacau dengan orientasi senantiasa berupaya menipu orang lain, termasuk Tuhan serta tidak sadar pada hakekatnya mereka menipu diri sendiri. Mengelabuhi pihak lain mungkin dapat berhasil, namun cara mereka mengelabuhi Tuhan hanya menjadi tertawaan logika, sebab semua bentuk pengelabuhan tersebut akan terungkap nyata di hari pembalasan. Allah SWT berfirman: "Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari." (QS. Al-Baqarah: 9).
Ketiga, mereka adalah pemilik hati yang sakit karena senantiasa menutupi "kebenaran kata hatinya" yang seharusnya menjadi petunjuk kebenaran bagi dirinya sendiri. Lebih dari itu, sebenarnya hati mereka sakit karena lelah menanggung kemunafikan yang harus diperankannya terus menerus. Allah SWT menegaskan: "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu." (QS. Al- Baqarah: 10).
Keempat, mereka adalah orang-orang yang lihai dalam mengopinikan publik akan kemaslahatan di bumi, padahal semuanya hanyalah tameng-tameng yang menutupi kerakusan dan kerusakan yang mereka lakukan. Allah SWT berfirman: "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "janganlah berbuat kerusakan di bumi!" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan." (QS. Al-Baqarah: 11).
Kelima, mereka menganggap remeh orang-orang yang berada di luar mereka dan menjulukinya sebagai orang-orang bodoh, padahal hakekat yang sebenarnya justru sebaliknya. (QS. Al-Baqarah: 13).
Keenam, mereka adalah orang-orang yang buta "mata dan hatinya", tuli "pendengarannya" dan bisu "mulutnya" sebab panca inderanya hanya mampu melihat segala sesuatu dengan pandangan yang serba material, hedonis dan kepentingan duniawi semata.
Mereka bagaikan orang berjalan di kegelapan dengan suasana hujan lebat disertai gemuruh petir dan kilat yang menyambar-nyambar. Mereka berhati-hati dalam menjalankan aksi kemunafikannya dan rapuh psikologisnya, serta menunggu kelengahan pihak lain sehingga mereka adalah pribadi yang inkonsisten dalam ucapan, sikap dan perbuatan. Wallahu A'lam.
*Penulis Dosen Pascasarjana PTIQ Jakarta